Lihat ke Halaman Asli

Sri Rumani

TERVERIFIKASI

Pustakawan

Pornografi Menjadi Tontonan Anak, Salah Siapa?

Diperbarui: 19 Maret 2018   07:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Video anak perempuan 5 tahun mendadak viral karena ulahnya menonton gambar porno dari handphone ditengah orang dewasa. Anak yang mulai bosan dan bikin ulah ketika diajak orangtuanya, sontak terdiam, anteng, tenang, asyik, tidak berisik, duduk manis, tidak lari-lari kesana kemari, menjadi "anak mama yang manis", karena jari-jari kecilnya memainkan gawai yang dipegangnya. Entah sengaja atau tidak, jari kecil anak itu memencet tuts keybord  HP dan keluarlah gambar porno, yang belum layak dikonsumsi oleh anak seusianya.  Tragisnya, para orang dewasa disekitarnya tidak menyadari apa yang sedang ditonton anak dari HP orangtuanya.

Bila anak mulai terpapar (belum sampai adiksi dan kecanduan) dengan video porno, salah siapa ? Teknologi, orangtua, anak? Secara tegas jawabnya, orangtua yang harus disalahkan. Teknologi itu sekedar sarana/alat, benda mati yang bisa memberi manfaat dan/atau merugikan tergantung dari sikap orang yang mempunyai alat tersebut. Anak, semua sikap, perilaku, kebiasaan sangat dipengaruh oleh pola asuh, pola didik orangtua. Anak masih polos, ibaratnya kertas putih bersih, mau dilukis menjadi mozaik, atau coretan yang tidak jelas dan tidak beraturan ada ditangan orangtua. 

Masalahnya, banyak ibu yang "tidak sadar" telah menjadi orangtua dari anak yang dikandung, disusui, dan dilahirkan. Tidak ada pendidikan formal untuk menjadi ibu, yang memberi bekal ilmu pengetahuan untuk menjadi pendidik bagi anak-anaknya. Anak berumur 5 tahun masih dibawah penga wasan dan pendidikan orangtuanya, khususnya ibu. Tugas ibu tidak saja mengurus, mengawasi tumbuh kembang anak secara fisik, psikis, mental, moral, dan menjadi pendidik yang utama dan pertama bagi anak-anaknya. 

Menjadi ibu untuk anak-anak generasi alpha semakin berat, harus cerdas, tegas, bijaksana, sehingga tidak heran saat ini banyak mahaisiswi yang "menggantungkan" ijasah kesarjanaannya, atau memilih keluar sebagai wanita karier yang sudah mapan dengan posisi demi menjadi pendidik anak-anaknya. Profesi ibu rumah tangga menjadi pilihan untuk mendidik anak-anaknya menjadi generasi milenial yang tangguh, berkarakter, berkepribadian, dan berakhlak baik. Para ibu saat ini ada rasa "gamang" ketika menyerahkan anak-anaknya kepada asisten rumah tangga dan baby sister,selain susah menemukan yang cocok, jujur, setia, tekun, bekerja kurang fokus karena pengaruh HP.

Pilihan menjalani profesi ibu rumah tangga, dengan segala konsekwensi plus minusnya, bila menghasilkan anak cerdas, hebat, sukses adalah hal yang biasa, namun menjadi "luar biasa" bila ibunya wanita karier, anaknya juga sukses dapat menyeimbangkan soft skill, hard skill, emosional skill, dan spiritual skill. Pasti ada pengorbanan dan perjuangan luar biasa dari seorang ibu yang berhasil menempatkan satu kaki di ranah domestik dan kaki lainnya di ranah publik secara proporsional, dukungan semangat orang-orang disekelilingnya. 

Jadi bila ada anak yang nonton video porno, karena orang-orang dewasa di sekitarnya tidak memberi contoh  keteladanan. Saat menunggu antrian waktu luang tidak dimanfaatkan untuk saling tegur sapa dengan sebelahnya, egois, individualis dan asyik, konsentrasi dengan gawai ditangan, sudah tidak peduli, cuek, acuh dengan lingkungannya. Anak kecil yang bosan dengan suasana menunggu, pasti akan merengek, berisik, menangis, dan tidak tenang. 

Orangtua otomatis memberikan gawainya sebagai alat yang paling ampuh untuk menenangkan anak, dan "lupa" isi gawai hanya untuk konsumsi orang dewasa. Masih untung ada orang dewasa yang mempunyai "rasa kepedulian" terhadap masa depan anak, momen itu di video, diposting dan menjadi viral, karena yang dilihat anak adalah video porno.

Menurut penelitian  dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A), menyebutkan sebanyak 97 persen dari 1.600 anak kelas tiga sampai enam SD, telah terpapar pornografi melalui gawai dan internet. Anak yang telah terpapar pornografi 20 - 30 kali dapat menjadi terakdiksi pornografi. Data penelitian dari Katapedia, 63.066 paparan pornografi berasal dari Google, media sosial, dan situs-situs daring lainnya. Survei Kementerian Komunikasi dan Informastika menunjukkan, ada 65,34 persen anak usia 9 - 19 tahun menggunakan gawai (KR, 18/3/2018). 

Dari data dan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa HP menjadi barang yang tidak asing bagi anak-anak, yang sudah mengenalnya sejak usia dini. Kondisi ini sangat memprihatinkan, disaat pikirannya masih polos, putih bersih, sudah tercemar oleh video porno yang sangat menganggu kehidupannya. Virus pornografi hanya dapat dicegah bila orangtua dan orang dewasa di lingkungan anak dengan cerdas, bijaksana, tegas, proaktif mengawasi, mendampingi, dan mengedukasi anak-anaknya yang bermain gawai. 

Jangan biarkan anak-anak bermain gawai sendirian atau bersama teman-teman sebaya. Memberi pemahaman tentang bahaya pornografi dengan bahasa anak, sehingga perlu orangtua yang cerdas dan berpenngetahuan luas. Ditangan generasi milenial inilah kelanjutan negara ini dipertaruhkan, kalau saat ini sudah terpapar, teradiksi, dan kecanduan pornografi, mau dibawa kemana bangsa yang sudah diperjuangkan dengan darah dan air mata oleh para pahlawan ?.

Yogyakarta, 18 Maret 2018 pukul 16.37

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline