Lihat ke Halaman Asli

Polemik BLT DD di Tengah Pandemi Covid

Diperbarui: 22 Januari 2022   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) merupakan salah satu bantuan yang dilakukan pemerintah sebagai upaya perlindungan sosial kepada masyarakat yang terdampak pandemi meliputi pelaku usaha, masyarakat miskin, buruh dan karyawan. Tujuan pemerintah memberikan BLT adalah untuk menjaga kestabilan dan kemampuan ekonomi dan daya beli masyarakat di era covid-19.

Secara umum mekanisme penyaluran BLT DD dimulai dari proses pendataan calon penerima, verifikasi dan validasi, pengesahan oleh Bupati melalui Camat dan tahap penyaluran terhadap penerima.

Dalam hal pendataan, Pemdes membentuk Satuan Tugas atau Relawan Desa. Satgas/Relawan inilah yang melakukan pendataan dengan mengacu pada ketentuan dari pemerintah pusat.

Pemerintah Desa saat ini sedang disibukkan dan dibingungkan dengan carut marutnya penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa. Kondisi tersebut diperparah dengan sering berubahnya regulasi di tingkat pusat, baik kementerian maupun lembaga terkait.

Berkaitan dengan jumlah penerima manfaat, Pemdes/Satgas/Relawan melakukan perhitungan dari jumlah pagu Dana Desa  yang dialokasikan untuk BLT DD sesuai regulasi yang ada. Artinya memang Pemdes harus mengalokasikan anggarannya untuk sejumlah penerima manfaat.

Apabila Pemerintah Desa tidak menganggarkan dan tidak melaksanakan kegiatan BLT DD, maka berdasarkan PMK Nomor 40 Tahun 2020, Pemdes dikenakan sanksi berupa penghentian penyaluran DD Tahap III tahun anggaran berjalan.

Di sisi lain, mayoritas KK sudah mendapatkan bantuan baik dari APBN maupun APBD Provinsi/Kabupaten. Amanatnya adalah penerima BLT DD tidak boleh ganda (mendapatkan bantuan lainnya).

Selain BLT DD, sebagai dampak dari Covid-19 banyak sekali bantuan yang masuk ke desa. Bantuan tersebut bersumber dari APBN maupun APBD Provinsi/Kabupaten, baik berupa uang tunai ataupun sembako.

Dari APBN misalnya, bantuan yang masuk ke Desa adalah PKH, BPNT Reguler, Perluasan BPNT dan BST Kemensos. Sedangkan dari APBD Provinsi berupa Kartu Jateng Sejahtera (KJS) dan sembako. Dari APBD Kabupaten/Kota berupa bantuan sembako. Sementara dari desa sendiri adalah BLT DD.

Berdasarkan penelusuran, dari sekian banyak Jaring Pengaman Sosial (JPS) tersebut, hampir setengahnya belum dilengkapi surat edaran/petunjuk pelaksanaan teknis (juknis) atau payung hukum yang jelas.

Akhirnya pemerintah desa kerepotan. Sebab, Daftar Penerima Manfaat (DPM) berasal dari desa. Desa lah yang melakukan pendataan hingga verifikasi dan validasi. Seharusnya, pemerintah baik pusat mapun daerah menetapkan terlebih dahulu aturan mainnya, baru kemudian disosialisasikan dan diimplementasikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline