Penulis:Salmon Kasipmabin
*Mimpi dari Tanah Tinggi: Kisah Kelompok Tani Nematara di Yumakot*
Dokumentasi sebelum mulai menanam padi
Part:1
Di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut, di balik lekuk pegunungan yang sunyi dan jauh dari keramaian kota, berdiri sebuah desa bernama Yumakot. Di desa ini, tak ada aliran listrik, tak ada jalan aspal, atau akses peralatan pertanian modern seperti yang dimiliki oleh kelompok tani di Jawa atau wilayah lainnya. Namun di sanalah, mimpi besar sedang tumbuh, perlahan tapi pasti---dipelihara oleh tangan-tangan yang setia bekerja dan hati-hati yang percaya pada masa depan.
Adalah kelompok tani Nematara, sebuah komunitas kecil yang dibentuk oleh masyarakat dan pelajar Desa Yumakot. Meski berada di wilayah pegunungan yang dingin dan menantang, kelompok ini memilih untuk tidak menyerah pada keterbatasan. Mereka menanam padi sawah dan padi ladang, sebuah pilihan yang bagi sebagian orang mungkin dianggap mustahil di dataran tinggi. Tapi tidak bagi mereka. Bagi kelompok Nematara, tanah mereka bukan halangan, melainkan ladang harapan.
Apa yang mereka miliki? Bukan mesin canggih, bukan traktor, bukan pupuk dari koperasi pertanian. Yang mereka miliki adalah kekompakan, ketekunan, dan kesetiaan pada mimpi bersama. Dengan alat pertanian seadanya---dari kayu yang dipotong sendiri, dari bekas sekop yang diolah menjadi cangkul darurat---mereka menciptakan hasil. Mereka percaya bahwa keterbatasan bukan alasan untuk menyerah, tetapi alasan untuk berjuang lebih keras.
Inisiatif ini bukan muncul dari luar, tetapi dari dalam: dari salah satu anak muda terbaik Yumakot yang menamatkan studi Strata 1 di Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) UNIPPA, Manokwari. Ia pulang bukan untuk mencari pekerjaan di kota, tetapi membawa pengetahuan untuk membangun kampung halaman. Ia tahu bahwa perubahan sejati datang ketika ilmu pengetahuan menyentuh akar kehidupan: tanah, sawah, dan kerja sama dengan masyarakat di kampung halamanya.
Kini, aktivitas kelompok tani Nematara bukan sekadar menanam padi. Mereka sedang menanam masa depan. Mereka sedang menunjukkan kepada dunia bahwa ketekunan bisa mengalahkan keterbatasan, bahwa kerja sama bisa menembus sunyinya keterisolasian, dan bahwa visi bisa tumbuh dari lereng-lereng bukit yang terlupakan.
Namun mereka tidak bisa sendiri. Harapan mereka adalah suara yang perlu dijawab oleh para pemegang kebijakan. Mereka mau, suara-suara di senayan yang selalu berbicara tentang Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtra itu benar-benar nyata dan mampu mendengar suara kreativitas seperti suara kelompok tani nematara dari pinggiran Indonesia. Mereka tidak meminta banyak, hanya akses pada alat-alat pertanian modern, dukungan penyuluh yang berkelanjutan, dan kebijakan yang berpihak pada petani di daerah terpencil. Dengan sedikit dorongan dari pusat, kelompok ini bisa menjadi model kemandirian pangan di pegunungan Papua.