Lihat ke Halaman Asli

Si Murai

Itu, burung kecil berekor panjang yang senang berkicau!

Cerita untuk Tuan

Diperbarui: 15 Oktober 2019   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Replika pinisi (dokpri)

Aku sudah tua. Tapi, usia Pak Salman jauh lebih tua daripada aku. Ia bangun perpustakaan pribadi ini tiga puluh tahun yang lalu. Aku lahir di tahun yang sama. Dahulu, aku adalah buku kesayangannya. Mungkin hingga kini.

Kepada orang-orang yang datang, ia selalu bilang, "Ini adalah buku cerita anak terbaik yang pernah kubaca. Aku sangat menyukainya. Bacalah, kamu juga pasti akan suka!"

Aku pun dielu-elukan. Setiap hari orang datang, mengambilku, membacaku, mengagumi kisah yang tertulis. Hingga pada suatu hari, kudengar Pak Salman menangis. Tangannya yang kekar namun lembut mengelus-elus tubuhku. Air matanya yang hangat jatuh membasahi halaman judul buku. Sejak saat itu, kutahu, tak ada lagi yang datang untuk mengambilku. Aku tak lagi dibaca. Pak Salman menyimpanku di laci meja kerja.

***

            Aku menghitung kapal pinisi

            Satu per satu kembali ke laut

            Seorang punggawa menghitung hari

            Kayu-kayu saling bertaut

Gatta suka puisi. Ia menulisnya di dermaga yang panas. Ombak tampak bergegas, sementara para lelaki sibuk merakit kapal pinisi.

"Mengapa kita membuat kapal pinisi, Bapa?" tanya Gatta pada ayahnya pada suatu malam.

"Karena kita adalah pelaut," jawab ayah Gatta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline