Lihat ke Halaman Asli

Silvia NurAzizah

How's life?

Daur Ulang Minyak Jelantah sebagai Upaya Peduli Lingkungan dan Kesehatan

Diperbarui: 17 November 2021   21:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Ilustrasi/Net (nusantara.rmol.id)

Seiring dengan meningkatnya populasi manusia, maka semakin meningkat pula produksi makanan guna memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu metode pengolahan makanan paling popular di Indonesia yaitu dengan cara digoreng. Proses penggorengan makanan menghasilkan limbah minyak goreng/Used Cooking Oil (UCO) yang pada umumnya disebut dengan minyak jelantah.

Minyak jelantah yang dihasilkan di seluruh dunia meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan industri jasa boga dan perubahan gaya hidup juga menjadi penyebab semakin meningkatnya konsumsi minyak goreng yang pada akhirnya pemicu peningkatan produksi minyak jelantah.

Fenomena saat ini, minyak jelantah yang dihasilkan dari usaha kuliner maupun rumah tangga langsung dibuang ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu, sehingga akan menyebabkan lingkungan kotor dan menjadi bahan pencemar bagi air maupun tanah. Minyak jelantah pada umumnya dibuang ke tempat sampah, sistem drainase, toilet, atau langsung air dan tanah. 

Sekitar 50.000 ton minyak jelantah yang dihasilkan dari minyak nabati dan/atau lemak hewani dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan yang layak setiap tahunnya. Pem­buangan minyak jelantah secara terus menerus dapat menimbulkan dampak negatif bagi ling­kungan hidup dan kelangsungan kehidupan manusia, hewan, tumbuhan dan organisme lainnya.

Pembuangan minyak jelantah ke lingkungan secara sembarangan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Pembuangan minyak jelantah ke dalam tanah dapat mengubah warna tanah, mengubah pH tanah menjadi basa dan menguras unsur hara seperti karbon dan nitrogen. Komponen berbahaya dan beracun yang telah mencemari permukaan tanah akan menguap, tersapu oleh air hujan dan masuk ke dalam tanah yang kemudian mengendap menjadi zat kimia beracun di tanah, sehingga ta­nah menjadi tidak subur.

Selain itu, limbah minyak goreng yang dibuang ke lingkun­gan juga mempengaruhi kandungan mineral dalam air bersih. Pembuangan minyak jelantah ke lingkungan dapat menyebabkan proses eutrofikasi yang terjadi ketika ada hambatan bagi sinar matahari untuk menembus permukaan sungai yang disebabkan oleh penyumbatan dari lapisan tipis minyak. 

Terjadinya eutrofikasi di sungai akan menyebabkan suplai oksigen untuk kehidupan akuatik terganggu. Ketidakseimbangan ekosistem perairan di danau atau sungai akan berpengaruh pada kualitas air. Pembuangan minyak jelantah ke perairan akan mengubah proses oksigenasi dan menghancurkan kehidupan akuatik di lingkungan laut. 

Minyak yang tercampur dengan air akan meningkatkan kebutuhan oksigen kimia (COD) air sehingga air akan tercemar dan menjadi racun. Akibatnya, kehidupan air menyerap senyawa beracun dari air yang tercemar dan kemudian dikembalikan ke manusia melalui rantai makanan. 

Minyak jelantah yang dibuang ke lingkungan secara sembarangan akan mengalami degradasi biologi yang menyebabkan pencemaran lingkungan berupa turunnya kadar COD dan BOD dalam perairan yang dapat menimbulkan bau yang busuk jika dibuang ditempat.

Penggunaan kembali minyak jelantah dalam jumlah yang banyak dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan, misalnya deposit lemak yang tidak normal, gangguan sistem syaraf, penyakit kardiovaskular, masalah hati, dan kanker. Limbah minyak goreng mengandung asam lemak tak jenuh yang memiliki bersifat mudah mengikat oksigen dalam darah, sehingga apabila dikonsumsi kembali akan mengakibatkan enyempitan pembuluh darah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline