Lihat ke Halaman Asli

Shendy Adam

TERVERIFIKASI

ASN Pemprov DKI Jakarta

Ketika PNS Jakarta Dipaksa Gunakan Kendaraan Umum

Diperbarui: 15 Januari 2019   01:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : freepik.com/by Katemangostar

Gubernur Anies Baswedan kembali mengeluarkan kebijakan yang kurang populis bagi PNS Pemprov DKI Jakarta, khususnya yang bekerja di lingkungan Balai Kota. 

Para PNS kini tidak bisa lagi menikmati subsidi parkir. Akibatnya, tarif langganan parkir melonjak hingga delapan kali lipat. Sasaran akhir kebijakan ini adalah beralihnya para PNS dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.

Selama ini PNS DKI Jakarta (termasuk saya) memang cukup dimanjakan dengan murahnya tarif berlangganan di Lapangan Parkir IRTI Monas. Saya cuma mengeluarkan Rp 66 ribu untuk satu mobil per bulan. 

Bandingkan jika saya harus bayar parkir dengan hitungan jam. Dalam satu hari saja bisa sekitar Rp 30 ribu. Tarif berlangganan motor lebih murah lagi, yaitu Rp 22 ribu per motor per bulan.

Masa-masa indah itu sudah berakhir. Mengutip berita dari Kompas.com, per 15 Januari nanti tarif di atas sudah tidak berlaku lagi. Artinya bulan depan saya harus merogoh kocek Rp 550 ribu per bulan kalau masih mau berlangganan parkir mobil. 

Hanya sedikit selisihnya jika dibandingkan apabila saya membayar tarif parkir harian. Sedangkan rekan-rekan dengan kendaraan roda dua harus menyiapkan Rp 352 ribu per bulan.

Bukan cuma menaikkan tarif berlangganan di lapangan parkir IRTI Monas, gubernur juga akan melarang PNS parkir di area gedung DPRD Provinsi DKI Jakarta. Selama ini mayoritas PNS yang membawa motor memarkirkan kendaraannya di basement gedung DPRD.

Ini menjadi kabar buruk kedua bagi saya dalam tiga bulan terakhir. Sebelumnya, gubernur juga mengubah jam operasional bus jemputan pegawai

Semula, bus jemputan sudah stand by di depan Balai Kota beberapa menit sebelum pukul 16.00. Konon ada pejabat yang memberi masukan ke gubernur soal fenomena yang disebut 'pulang cepat' ini. 

Padahal, sejatinya tidak ada yang salah kalau pegawai pulang pukul 16.00 mengingat jam kerja tersebut sudah ditetapkan. Bagi saya, pulang cepat itu seandainya meninggalkan kantor sebelum waktu bekerja selesai.

Namun kebijakan baru (melalui Surat Edaran Sekda Nomor 72 Tahun 2018), bus jemputan dijadwalkan pukul 19.00 (per 19 November) dan selanjutnya pukul 20.00 (per 3 Desember). Alasannya, bus jemputan digeser ke malam hari sebagai bentuk insentif bagi pegawai yang lembur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline