Lihat ke Halaman Asli

Shendy Adam

TERVERIFIKASI

ASN Pemprov DKI Jakarta

Gegara PPSU, Warga Jakarta Jadi Manja?

Diperbarui: 15 September 2016   20:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poster ruang lingkup PPSU (sumber: dokpri)

Anda yang berdomisili dan/atau bekerja di Jakarta mungkin semakin familiar dengan para pekerja lapangan berbaju oranye. Mereka adalah pekerja Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) yang tersebar di 267 kelurahan yang ada di Jakarta. Keberadaan mereka diklaim mengubah wajah Jakarta. Benarkah seperti itu?PPSU adalah terobosan yang dilakukan di era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama. Keberadaan pekerja PPSU sejalan dengan kebijakan Basuki menjadikan lurah sebagai estate manager. Gubernur terobsesi kelurahan di Jakarta bisa bertindak seperti pengelola kawasan real estate. Lihat saja jalan dan saluran air di kawasan CBD Sudirman, Mega Kuningan, Bumi Serpong Damai atau Alam Sutera yang tertata rapi. Kalau swasta saja bisa, pemerintah seharusnya juga bisa. Mungkin begitu dasar pemikiran Pak Gubernur.

Sejalan dengan kebijakan estate manager, Pemprov DKI Jakarta memiliki terobosan lain, yaitu penggunaan Qlue, sebuah mobile apps yang bisa digunakan warga untuk mengirimkan berbagai laporan terkait pelayanan publik. Melalui Qlue, warga bisa melaporkan masalah mulai dari jalan berlubang, saluran air mampet, lampu PJU mati, dan masih banyak lain. Jika sebelumnya warga cuma sekadar misuh-misuh di media sosial (FB, Twitter dan lain-lain), di Qlue warga bisa mengadu secara resmi dan memonitor tindak lanjutnya.

Ketika awal Qlue digunakan, lurah babak belur. Bertubi-tubi notifikasi muncul di gawai mereka menyusul banyaknya laporan warga. Dengan mengandalkan fitur geo-tagged dari teknologi GPS, laporan warga aplikasi Qlue secara otomatis masuk ke akun kelurahan. Lurah bingung harus diapakan laporan warga tersebut. Wajar, mereka tidak dibekali amunisi yang cukup baik dari segi kewenangan, personil maupun anggaran.

Pemerintah di tingkat provinsi tidak berdiam diri. Pembenahan terus dilakukan. Untuk mewujudkan lurah sebagai estate manager dan sekaligus mampu menangani persoalan pengaduan warga, dibuatlah aturan mengenai PPSU Tingkat Kelurahan (Peraturan Gubernur Nomor 169 Tahun 2015).

Dalam Pergub tersebut disebutkan bahwa PPSU Tingkat Kelurahan adalah pekerjaan yang perlu segera dilakukan dan tidak dapat ditunda karena dapat mengakibatkan kerugian, bahaya dan mengganggu kepentingan publik/masyarakat di wilayah Kelurahan dan dalam rangka mempercepat berfungsinya lokasi/prasarana dan sarana/aset publik maupun aset daerah yang rusak, kotor, dan/atau mengganggu sesuai dengan peruntukannya.

Dijabarkan lebih lanjut ruang lingkup PPSU yang meliputi lima bidang, yaitu jalan, saluran, taman, kebersihan, dan penerangan jalan umum. Dengan adanya dasar hukum yang melandasi, dimulailah rekrutmen pekerja PPSU di semua kelurahan. Berdasarkan kuota yang ditetapkan provinsi, setiap kelurahan mendapat jatah pekerja PPSU paling sedikit 40 (empat puluh) orang dan paling banyak 70 (tujuh puluh) orang. Jika ditotal dari 267 kelurahan di Jakarta, jumlah pekerja PPSU mencapai 14 .789.

ppsu-siapa-dia-57da58dda523bdfc52c3adab.jpg

Dengan perhitungan tiap pekerja mendapatkan upah sebesar Rp 3,1 juta (sesuai UMP), APBD yang dikeluarkan untuk mereka mencapai Rp 550 miliar lebih setahun. Pengeluaran sebesar itu sebanding jika kita melihat dedikasi para pekerja PPSU, yang bekerja enam hari dalam seminggu, termasuk Sabtu dan Minggu di saat sebagian besar warga Jakarta leyeh-leyeh.

Secara prinsip, estate manager yang diharapkan Gubernur merupakan pengejawantahan dari mendekatkan pelayanan publik ke masyarakat. Lurah adalah ujung tombak pelayanan yang berada paling dekat dengan masyarakat. Eskalasi masalah di tingkat provinsi bisa dihindari apabila bisa diselesaikan di tingkat kelurahan. 

Akan tetapi, kehadiran Qlue dan PPSU bukannya tanpa kritik. Beberapa kali saya mendengar kritikan bahwa warga Jakarta sekarang jadi lebih manja. Sedikit-sedikit lapor, sedikit-sedikit mengeluh. Bahkan, pernah ada cerita mengenai warga yang tumpukan sampah di depan rumahnya saja di-Qlue-kan dan meminta PPSU yang memindahkan. 

Di satu sisi, sudah menjadi tugas pemerintah untuk memberi pelayanan prima kepada warganya, termasuk juga dalam penyediaan infrastruktur yang memadai. Namun, di sisi lain perlu diingat juga pentingnya partisipasi warga. Paradigma tentang pemerintahan (governance) saat ini telah bergeser dari yang sebelumnya state-centric menjadi lebih setara antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Pemerintah bukan lagi pemain tunggal melainkan harus bisa memfasilitasi peran serta aktor lain.

Salah satu kelemahan dalam peraturan mengenai PPSU –yang perlu segera dikoreksi—adalah kealpaan Pemprov DKI Jakarta dalam menumbuhkembangkan partisipasi warga. Dengan adanya pekerja PPSU, seolah-olah semua menjadi tanggung jawab pemerintah dan tidak membutuhkan lagi peran aktif dari warganya. Padahal, pengelolaan lingkungan menjadi tanggung jawab semua stakeholders. Sungguh tidak mendidik apabila semua masalah dikerjakan oleh PPSU, sementara warga tetap berpangku tangan dan cuma jadi penonton.

Gambir, 15 September 2016

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline