Sejak dari kecil anak seharusnya punya keseimbangan antara tanggung jawab yang terstruktur, dengan bermain dan bersenang-senang bersama teman-temannya. Selain menghambat perkembangan anak, pembalikan peran juga dapat meninggalkan bekas luka emosional yang dalam hingga anak tumbuh dewasa. Zaman sekarang, banyak anak yang terpaksa bersikap dewasa sebelum waktunya terutama anak pertama. Mereka melakukan tugas dan tanggung jawab seperti orang dewasa yang harusnya tidak mereka lakukan. Anak yang dituntut untuk dewasa dalam ilmu psikologi dikatakan akan mengalami gejala parentifikasi, yaitu suatu proses pengembalian atau pembalikan peran, yakni ketika seorang anak malah berkewajiban untuk bertindak dan berperan sebagai orang tua bagi saudara mereka sendiri.
Sebagai orang tua sudah seharusnya mengerti dan tidak berlebihan ketika memberikan tugas rumah kepada seorang anak yang perannya sebagai kakak diantara saudara-saudaranya. Orang tua bisa membagi tugas kepada anak-anak yang lain agar tidak memberatkan si kakak. Orang tua seharusnya bisa menjadi orang tua bagi anak sekaligus teman mreka dan tidak membanding-bandingkan anak dengan saudaranya maupun orang lain agar hubungan antar anak dan orang tua pun akan tetap baik.Karena sudah pasti ada dampak buruk yang akan terjadi jika orang tua membanding-bandingkan anaknya dengan orang lain.
Menurut Whitney ada beberapa dampak yang akan terjadi pada anak jika seseorang pernah tumbuh dewasa sebelum waktunya:
1. Anak akan tumbuh dan merasa harus bertanggungjawab akan semua hal.
2. Kesulitan bermain atau "melepaskan sesuatu".
3. Suka memegang kendali.
4. Terjadi pertengkaran atau masalah dengan orang tua.
5. Merasa seperti diberi tanggung jawab yang tidak sesuai dengan usianya.
6. Sering dipuji karena "sangat baik" dan "bertanggung jawab".
7. Mungkin merasa mandiri lebih baik daripada percaya pada orang lain.
8. Tidak terlalu ingat pernah "jadi anak-anak".
9. Orang tua kesulitan merawat diri sendiri atau orang lain dan melempar
tanggung jawab pada anak.
10. Sering menemukan diri sendiri menjadi pengasuh untuk orang lain.
11. Mengasuh dan merawat terasa menyenangkan, bahkan ketika mengorbankan
sebagian dari diri sendiri.
12. Meningkatnya rasa empati dan kemampuan untuk berhubungan lebih dekat dengan orang lain.
13. Merasa usahanya sering tidak dihargai.
Terkadang memang orang tua merasa bahagia saat anaknya bersikap dewasa. Namun, dibalik hal tersebut mereka tidak mengerti bahwa ada dampak negatif yang dapat mengancam kesehatan psikologis pada anak tersebut. Melansir Science Daily, sebuah penelitian yang dilakukan oleh profesor psikologi Karen D. Rudolph di University Of Illinois, dewasa lebih dini justru lebih meningkatkan depresi, baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan. Penelitian tersebut dilakukan kepada lebih dari 160 remaja dalam periode 4 tahun. "Sering kali diyakini bahwa melewati masa pubertas lebih awal daripada teman sebaya hanya berkontribusi pada depresi pada anak perempuan," jelas Rudolph. "Kami menemukan bahwa pematangan dini juga bisa menjadi resiko bagi anak laki-laki saat mereka melewati masa remaja, tetapi waktunya berbeda dengan waktu anak perempuan," selain meningkatkan resiko depresi, anak yang dewasa lebih dini juga berpotensi mengalami masalah psikologis dalam dirinya.
Psikolog Vera Itabiliana juga mengatakan "Saat remaja mereka belajar tentang nilai peran dewasa, itu membuat mereka ingin dianggap mature, lebih dewasa dari pada usianya". Jadi hasilnya, para remaja pun jadi melakukan usaha yang pada akhirnya dapat membuat mereka terlihat lebih dewasa, misalnya dari segi penampilan dan sikap mereka yang belum tepat pada waktunya dan tidak sesuai dengan usianya. Menurut mereka dengan berpenampilan dewasa, mungkin mereka berpikir akan disukai oleh lawan jenis, padahal belum tentu, ujar Vera. Jika seorang anak berpikir terlalu matang sebelum waktunya, maka hal tersebut tidak hanya memengaruhi psikologisnya, tetapi juga akan memengaruhi kondisi sosialnya. "Jika terlalu matang secara sosialisasi menjadi tidak sesuai dengan teman sebayanya," ungkapnya lagi.
Teruntuk anak pertama yang merasa terbebani dikarenakan hal ini, ingatlah bahwa sesakit apapun kamu, sehancur dan secapek apapun kamu, waktu akan tetap berjalan semstinya. Kalau kamu cape terus kamu mau nangis ya nangis aja ya, jangan menunggu jeda buat bisa lega. Menangis bukan berarti kamu lemah, nangis juga bukanlah sebuah dosa. Sebenarnya apa sih yang kita kejar? Harta? Tahta? Atau cinta? Manusia memang menginginkan ketiga nya bahkan semuanya. Tidak apa-apa wajar, selama kita masih tetap menjadi manusia dalam mencarinya. Semakin dewasa usia kita akan semakin akrab dengan yang namanya kecewa. Padahal mau kenal dengan rasa kecewa aja nggak, tiba tiba waktu membuat kita akrab dan terbiasa dengan si kecewa ini.
Makin kesini makin harus tegas sama diri sendiri ya, bilangin ke diri sendiri kalau emang yang paling sayang, yang paling peduli, dan yang selalu ada buat kita ya emang diri kita sendiri. Orang lain cuma kepo dengan kehidupan kita, sifat yang baik dari orang lain pun hanya sementara dan bisa hilang kapan saja. Tidak apa-apa, jadi manusia kan bukan berarti kamu harus selalu baik-baik saja. Jika luka memang bagian dari hidup kita, salah satu cara untuk mengurangi luka itu ya dengan tidak menaruh harapan pada sesama manusia. Inget, kita emang butuh orang lain, tapi bukan berarti kita selalu bergantung pada mereka. Untuk kamu yang sedang tidak baik-baik saja, yang lagi ngerasa capek, yang ngerasa sudah tidak bisa menghadapi hidup, sebenarnya kamu sedang butuh rumah. Jika tidak ada telinga, masih ada kertas dan pena untuk meluapkan segala lelah, beri waktu untuk rebahan, istirahatkan pikiran dan cobalah menghibur diri, pejamkan mata, nikmati nafas yang masih diberikan Tuhan untuk kita, lalu bangkit dengan semangat yang tinggi. Menjadi dewasa memang berat, namun percayalah kita cukup kuat kok buat menghadapi semua permasalahan dan rasa cape kita ini.
Semangat yaaa! Kita remaja yang kuat dan yakinlah kita pasti bisa oke! Semoga selalu bahagia dan harus kuat yaa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI