Lihat ke Halaman Asli

Sayyid Yusuf Aidid

Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ

Orang-orang Betawi Harus Jaga Tradisi di Usia Jakarta ke 496

Diperbarui: 22 Juni 2023   14:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi 

Gado-gado, salah satu makanan khas Betawi. Pada makanan tersebut berisikan macam-macam sayuran: ada kol, kacang panjang, kangkung, toge dan labu siam, pelengkapnya yaitu tahu, tempe, dan biasanya ada telor rebus setelah itu disiram oleh bumbu kacang yang telah diulek cabai ditambah topingnya kecap, emping atau krupuk, dan bawang goreng. 

Bila kita lihat seksama dari makanan khas betawi tersebut memiliki filosofi yang luar biasa ada berbagai rasa asin, manis, pedas dan gurih serta sayuran yang membuat memanja lidah penikmatnya sebagai perlambang heterogenitas kehidupan masyarakat Jakarta. Karena orang-orang yang tinggal di kota megapolitan tersebut memiliki kebinekaan suku, agama, dan ras. Hal tersebut harus disatukan oleh rasa senasib dan sepenanggungan. Tidak boleh ada kalimat, saya yang paling unggul, dan saya yang paling berkuasa. Sehingga gado-gado inilah sebagai simbol dari persatuan atas keanekaragaman yang terlihat nyata di kota yang menawarkan seribu harapan.

            Sejak dahulu memang Betawi sebagai kota yang strategis sebagai lalu lalang manusia melalui pintu masuk pelabuhan Sunda Kelapa. Kondisi tersebut disebabkan oleh letaknya yang strategis. Maka tak heran kota ini menjadi tujuan utama dari jalur perdagangan dan perniagaan. Implikasinya ialah bonus demografi tidak terelakan bagi penduduk yang tinggal di kota tersebut. Bisa dikatakan Jakarta adalah miniaturnya Indonesia sebagaimana jika kita keliling di Taman Mini Indonesia Indah, terdapat rumah dari berbagai provinsi di Negara Katulistiwa tersebut.

            Banyak cerita dan sejarah terukir di tanah Betawi. Mulai dari kisah Si Pitung asal Rawa Belong,  Bang Sabeni asal Tanah Abang, dan Si Jampang asal Depok. Ketiga jagoan itu mempunyai ciri khas yaitu menguasai ilmu silat. Namun ilmunya tersebut bukan untuk sok jagoan akan tetapi untuk melawan kejahatan. Di sisi lain ketiga jagoan tersebut bukan hanya jago silat akan tetapi mereka mahir dalam mengaji.

            Silat dan mengaji, dua hal yang tidak terpisahkan dari orang-orang Betawi asli seperti layaknya joget dan menyanyi di India. Sebab silat dipelajari orang-orang Betawi untuk menjaga diri, menjaga keluarga, dan menumpas kejahatan. Sedangkan mengaji kudu dilakoni sebagai menjaga hati dan diri dari sifat-sifat tercela. Sungguh jangan heran ketika mereka sehabis mengaji, kemudian berlatih silat.

            Hari ini, Kamis 22 Juni 2023 merupakan Hari Ulang Tahun Jakarta yang ke 496, diharapkan bagi orang-orang Betawi dan orang-orang yang tinggal di kota tersebut untuk tidak meninggalkan tradisi mengaji. Apalagi ngaji lekar atau majelis taklim kepada ulama merupakan  media yang terus tidak lekang di makan zaman. Mulai dari kitab Sifat Dua Puluh, Adabul Insan, Irsyadul Anam, dan Manhajul Istiqamah merupakan kitab pegangan orang-orang Betawi dulu karangan Habib Usman bin Yahya. Kitab-kitab tersebut yang menjadikan mereka kuat dalam aqidah, istiqomah dalam ibadah, dan berakhlak mulia.

            Di sisi lain tradisi yang melekat pada orang-orang Betawi yaitu marhabanan alias membaca riwayat nabi (rawi) Muhammad di setiap moment. Entah itu pada acara tujuh bulanan, sunatan nikahan, menempati rumah baru,  pelepasan haji atau umrah, dan ketika ada hajat yang dicapai. Sebab orang-orang Betawi yakin dan percaya jika acara yang dibacakan pujian dan kisah Nabi Muhammad maka berkahnya akan berkali-kali lipat.

            Adapun kitab rawi yang biasa dibaca masyarakat Betawi dari masa ke masa yaitu Kitab Barzanji karangan Syekh Jakfar bin Hasan bin Muhammad al-Barzanji, Kitab Syaraful Anam karya al-Syaikh al-Imam Syihab al-Din Ahmad bin 'Ali bin Qasim al-Maliki al-Bukhari al-Andalusi al-Mursi al-Lakhmi, Kitab Ad-Diba'i karya Imam Wajihuddin 'Abdur Rahman bin 'Ali bin Muhammad bin 'Umar bin 'Ali bin Yusuf bin Ahmad bin 'Umar ad-Diba`I, dan Simtud al-Duror karya Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi.

           

             




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline