Kau mengeja namaku dalam hari-hari sulit, seperti mantera yang terlepas sungguh-sungguh. Sebagian menguatkan tungkai kakimu yang lemah, sebagian menepis langit dan awan yang putih itu.
Kau menenggak wajahku dalam kopi yang kau giring membasahi pangkal leher, lalu turun entah ke mana. Mungkin bersarang dalam hatimu, lalu terbitlah cinta yang teramat dalam itu.
Kau mengemas aromaku dalam botol kaca yang kau biarkan mengembang tanpa tutup. Biar lekas sampai ke hidung, agar terbitlah inginmu itu
Kau menyimpan suaraku dalam pita, yang mengulum syahdu saat langit menggelap dan cahaya kecil terbang di sana. Suaraku, katamu adalah suara yang kau rawat itu.
Kau mengeja namamu, menenggak wajahku, mengemas aromaku, juga menyimak suara. Haruskah kau mabuk padaku?
Kupang, 13 Desember 2018
Salam,
Sayyidati Hajar