Lihat ke Halaman Asli

Saut ParulianManurung

Justice delayed is Justice denied

Potensi Kerugian Kreditur dalam Perjanjian Perkawinan

Diperbarui: 15 Januari 2020   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

ISSUE:

  • Bagaimana implikasi perjanjian perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XII/2015 terhadap pihak ketiga?
  • Bagaimana pandangan hukum terhadap perjanjian perkawinan dengan itikhad tidak baik terhadap pihak ketiga/kreditur?
  • Bagaimana menghitung berlakunya sebuah perjanjian perkawinan yang dibuat semasa perkawinan berlangsung?

A. Bagaimana implikasi perjanjian perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XII/2015 terhadap pihak ketiga?

 Perkawinan merupakan hak asasi yang dilindungi oleh konstitusi sebagaimana tercantum dalam isi Pasal 28B Ayat (1) UUD NRI 1945 "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah". Pengertian/definisi tentang perkawinan lebih lanjut diatur di Pasal 1 UU. No.1/1974 tentang Perkawinan.

Perjanjian kawin dapat di klasifikasikan menjadi 2 (dua) bagian; Pertama, Pasal 29 Ayat (1) "Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut". 

Kedua, setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XII/2015 frase berubah menjadi "Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan...." Berdasarkan uraian tersebut diatas maka perjanjian perkawinan dapat dilakukan oleh suami/istri dengan klasifikasi waktu sebagai berikut:

  • Sebelum;
  • Pada waktu; dan
  • Selama berlangsungnya perkawinan.

Finalnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XII/2015 tentu memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif, yaitu Mahkamah Konstitusi mengedepankan asas kebebasan dalam membuat perjanjian dan konsensus. Dampak Negatifnya, dari putusan mahkamah yaitu:

  • Mahkamah Konstitusi membuka peluang kepada seorang suami/istri untuk membuat perjanjian dengan motif yang salah / menyalah gunakan; dan
  • Mahkamah Konstitusi tidak mencantumkan kedudukan kreditur dalam putusannya.

Disisi lain syarat sah perjanjian perkawinan harus memuat syarat subjek yang berkepentingan dalam perjanjian tersebut yaitu sebagai berikut:

  • Suami;
  • Istri; dan
  • Pihak ketiga/Kreditur.

Jadi, ketika perjanjian perkawinan hanya dilakukan pihak istri dan suami tanpa melibatkan pihak ketiga, maka dapat dinyatakan perjanjian perkawinan tersebut adalah kurang pihak.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka implikasi terhadap pihak ketiga/kreditur bisa saja kemudian timbul potensi bahwa pihak ketiga bisa dirugikan atas perjanjian perkawinan tersebut, karena pihak ketiga/kreditur belum tentu turut disertakan dan/atau tidak mengetahui adanya pembuatan perjanjian perkawinan tersebut.

B. Bagaimana pandangan hukum terhadap perjanjian perkawinan dengan itikad tidak baik terhadap pihak ketiga/kreditur?

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1321 persetujuan dalam perjanjian tidak memiliki kekuatan hukum karena:

  • Dwang;
  • Dwaling; dan
  • Bedrog.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline