Lihat ke Halaman Asli

Saufi Hamzah

Mahasiswa akhir yang mengisi waktu luangnya dengan menjelajahi dunia baru, dan sesekali membual sana-sini

Tren Pop Culture dan Wajah Baru Kekerasan Dunia Pendidikan Indonesia

Diperbarui: 22 Maret 2020   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

deviantart.com/ludilozezanje

Tulisan ini berangkat dari tradisi pop culture dan dampak negatifnya di dunia pendidikan. Fenomena dimana jamak dijumpai dan malah terkesan selalu datang bergiliran dalam kehidupan keseharian kita karena intensitasnya peranan teknologi. 

Tentu tulisan ini hanya sepotong kecil dari problematika-problematika yang ada, tapi paling tidak tulisan ini dimaksudkan sebaga langkah ikhtiar untuk memasang serpihan dari sekian banyak puzzle yang harus disusun. Berawal dari sebuah kegelisahan yang cukup lama terpendam namun akhirnya dapat menjadi tulisan yang sederhana namun mewakili perasaan.

Perkembangan teknologi informasi memposisikan media sosial seolah-olah menjadi kebutuhan primer generasi muda sekarang, di dalamnya dapat ditemukan segala bentuk informasi up to date salah satunya adalah konten viral berupa foto, video, maupun meme. 

Di samping masifnya tren konten-konten viral tersebut karena selalu diekspos juga dibarengi dengan mudahnya mengakses yang kemudian membentuk suatu perilaku baru secara latah yang di sebut sebagai pop culture.

Perilaku pop culture merambat hampir pada semua aspek kehidupan karena langsung bersentuhan dengan emosi dan kecenderungan gaya hidup generasi muda. Tak terkecuali dunia pendidikan.

Pendidikan idealnya menjadi sarana dan fasilitas mencerdaskan kehidupan berbangsa yang bisa dirasakan semua anak bangsa tanpa terhalangan dinding strata sosial.

Ia bisa disebut jembatan karena secara hakikat ia menjadi jalan dari semula tidak tahu menjadi tahu, tidak cakap menjadi cakap, dan seterusnya. 

Namun realitasnya masih terjadi disparitas dan kesenjangan sosial yang cukup tinggi di Indonesia. Orang-orang yang bermodal dapat mengakses pendidikan secara mudah dan tidak ambil pusing memikirkan beban biayanya.

Sementara keluarga yang berekonomi pas-pasan tentu berpikir dua sampai sepuluh kali untuk menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah "besar". Sehingga eksklusivitas pendidikan kita masih cukup jelas dirasakan.

Lalu apa hubungan antara pop culture dengan kekerasan di dunia pendidikan?

Pop culture sederhananya adalah tren serba ikut, latah, dan asal "eksis" pada sesuatu yang sedang viral di jagat maya. Perilaku semacam ini jika tidak disikapi secara kritis akan menimbulkan dampak yang cenderung negatif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline