Lihat ke Halaman Asli

Masa Lalu dan Masa Kini

Diperbarui: 6 Desember 2017   20:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menatap nova dari arah belakang. Samar-samar aku teringat akan perpisahan kami beberapa tahun yang lalu. Mungkin itu yang membuatku sangat membenci masa lalu. Sejenak kemudian, Nova menghilang di antara antrian panjang para nasabah bank, merangsek ke pintu keluar, menyisakan tatapan haru dan sedikit rasa penyesalan. Aku segera memasukkan bukti setoran bank ke dalam jok motorku lalu menghilang di kepadatan jalan.

Erin menatap buah ceri yang sudah matang dari bawah pohon. Entah kenapa aku harus menemuinya di tempat seperti itu pada jam makan siang yang terasa panas, di tengah kesibukkan yang tak ada habisnya ini. Namun, tampaknya nasib hubungan kami sedang berada di ujung tanduk.

"Mau apa kita di sini!, mendengar nada bicaraku yang lumayan keras, sontak erin langsung menarik nafasnya dalam-dalam.

"Aku ingin membicarakan sesuatu, Rio." Lalu disentuhnya wajahku dengan lembut. Aku yang tidak pernah sama sekali menunjukkan sisi romantisku padanya, hanya bisa terdiam dengan tatapan kosong, mendongak ke atas dengan ekspresi kebosanan. Kusandarkan kepalaku pada pinggiran pagar yang berbatasan dengan jalan yang menuju kediamannya erin. "Kenapa kita bertemu di tempat seperti ini?, kenapa tidak kita bicarakan di rumahmu saja?." Ujarku penasaran.

"Kemarin kamu ketemu dengan nova kan?" Tanya erin penuh curiga.

"Memang benar, tapi hanya sekilas pandang saja, aku juga tidak terlalu yakin kalau yang kulihat kemarin itu nova, lagipula aku sudah terlalu kusut dengan antrian di bank." Ujarku dengan nada santai.

"Oh, ya sudahlah, lupakan saja, anggap saja aku yang terlalu bodoh karena terlalu menaruh curiga padamu." Sahut erin.

"Hah, jadi tujuan kita ketemu di sini cuma untuk membahas hal yang tidak penting seperti ini?." Aku menggaruk-garuk kepalaku.

Di atas sana langit tiada mendung. Matahari semakin terik. Langit yang semula biru menjadi merah padam, panasnya begitu menyiksa. Kuputuskan untuk segera mengakhiri perdebatan yang tidak penting ini. Namun ketika kulihat ekspresi raut wajahnya yang masih menunjukkan rasa cemburu, tampaknya pembicaraan tentang nova akan terus berlanjut;

"Sebenarnya kamu masih suka kan sama nova?."

"Kenapa seperti itu pertanyaanmu?. Tidak seperti biasanya, kau aneh sekali hari ini?."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline