Lihat ke Halaman Asli

Titip Pesan Buat Para Calon Pemimpin Bangsa

Diperbarui: 6 Desember 2022   10:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Manusia dengan akal dan pikirannya tidak seharusnya membuat kesalahan yang sama lebih dari sekali. Sayangnya ternyata, mungkin justru karena memiliki akal dan pikiran itulah, kesalahan sering dilakukan berulang-ulang. 

Mereka seolah tidak peduli pada kiasan yang terasa agak kasar, bahwa keledai tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Artinya, kalau ada yang sering mengulangi kesalahan, maka dia tidak lebih baik dari keledai. Kasar bukan? 

Binatang bernama keledai, meski sekilas mirip kuda, tetapi lebih sering di-cap sebagi binatang yang lamban, keras kepala dan dungu. Sebuah kombinasi sifat yang tidak dimiliki binatang lainnya. Tidak juga oleh kancil. 

Kancil malah dipersepsikan sebagai binatang cerdik, pandai dan kadang licik. Sifat kancil ini seolah menutupi kekurangannya sebagai binatang yang kecil, lemah dan tanpa alat pertahanan diri yang ditakuti binatang lain. 

Di dunia ini, apalagi di kehidupan rimba raya, ukuran dan kekuatan memang faktor penting. Singa dan harimau pun "dinobatkan" sebagai raja hutan karena fisiknya yang relative besar dan kekuatannya tidak diragukan. Ditambah dengan sifat buas dan bengisnya. Semua sifat itu membuat binatang-binatang lain tunduk. Tunduk karena takut. Sebuah fenomena alam yang sarat makna. 

Fenomena seperti itu juga bisa dilihat di sekitar rumah. Lihat, bagaimana kehidupan para kucing, ayam, kambing dan mungkin juga tikus. Di setiap kelompoknya akan muncul salah satunya sebagai pemimpin. Masyarakat hewan-hewan ini biasa "mengangkat" pejantan yang tangguh dan disegani yang lain sebagai pemimpin dengan caranya sendiri tanpa ribut-ribut. 

Hebatnya, dengan caranya itu, mereka tidak pernah salah pilih, selalu yang terkuat yang memimpin. Keributan hanya terjadi ketika ada pejantan lain memasuki wilayah kekuasaan pejantan sang pemimpin. Keributan ditandai perkelahian atau sekedar adu keras suara. Suara meong yang nyaring dari keributan kucing bisa mengganggu ketenangan warga, apalagi kalau itu terjadi di waktu istirahat malam. 

Sepertinya itu yang terjadi di dunia para binatang dimana-mana. Siaran stasiun TV khusus tentang dunia binatang sering menyiarkan topik ini. Demikian juga film lawas berjudul "Lion King" dengan tokoh Mufasa, Sarabi, Simba dan Scar. Film animasi yang bagus ini pun bercerita tentang datang dan perginya pemimpin di rimba belantara Afrika. 

Munculnya pemimpin di dunia binatang tentu saja tidak melalui pemilu. Entah ada proses apa di antara mereka, tetapi tampak secara alami melahirkan pemimpin. Pergantian pemimpin di antara mereka juga tampak terjadi secara alami karena kematian atau kekalahan dalam pertarungan melawan yang lebih kuat dan biasanya lebih muda. 

Tampak simpel sekali kehidupan binatang dalam memilih pemimpinnya. Tidak ada partai, tidak mengenal symbol-simbol, tidak ada kampanye, tidak ada pengerahan masa dan tidak ada serangan fajar. Tidak juga ada sindir-sindiran politik, gontok-gontokan, apalagi jotos-jotosan. 

Tentu saja berbeda dengan kita, manusia, yang konon adalah makhluk paling mulia di muka bumi.  Konon, karena manusia juga kadang mendapat sebutan sebagai binatang berakal. Sebutan yang bisa ditafsirkan bahwa dalam hal-hal tertentu manusia tidak berbeda dengan binatang bahkan ada yang lebih kejam, lebih tega dan lebih sampai hati dibanding yang paling buas sekalipun. Sebagaimana banyak diberitakan tindakan seseorang secara sadis, kejam dan di luar batas perikemanusiaan terhadap sesamanya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline