Lihat ke Halaman Asli

sampe purba

Insan NKRI

Ibu Kota Negara Baru: Konsep Pembangunan Pertahanan

Diperbarui: 10 Maret 2020   18:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Ibu Kota Negara baru :  Konsep pembangunan Pertahanan 

Oleh : Sampe L. Purba

Penulis adalah Mahasiswa Universitas Pertahanan

Pengantar

Presiden Joko Widodo pada tanggal 26 Agustus 2019 telah mengumumkan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur yang meliputi sebagian Kabupaten Penajam Passer Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Selanjutnya keputusan tersebut ditindaklanjuti antara lain dengan menunjuk Kepala BAPPENAS sebagai Ketua Pelaksana Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru.  Pada tataran perencanaan, hal tersebut telah termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 -- 2024.

Pengamanan ibu kota negara harus dapat memberikan jaminan optimum dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, berjalan normalnya kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat serta tetap efisiennya penanganan interaksi lalu lintas hubungan internasional.

Pembahasan

Konsep desain pertahanan ibu kota mempertimbangkan berbagai aspek. Di antaranya adalah penyiapan buffer zone/ daerah penyangga, posisi geografis, komposisi dan latar belakang kependudukan/ demografis, akses jalan untuk pergerakan pasukan, penempatan dan gelar alutsista dan satuan. Juga tidak kalah pentingnya adalah ketersediaan energi dan logistik, sistem komunikasi yang handal dan aman, ketersediaan lahan untuk fasilitas bangunan pemerintah dan objek vital lainnya, serta tingkat daya tahan terhadap kerawanan bencana alam.

Secara konvensional, pada umumnya penyiapan pembangunan konsep pertahanan adalah dengan memadukan titik optimum sumber daya kekuatan tiga matra udara, laut dan darat. Aspek pertahanan udara meliputi pengintaian ancaman, pertahanan wilayah dan kekuatan pemukul, pertahanan laut seperti pengawasan dan pengendalian di titik titik utama (choke point),  sistem monitoring lalu lintas berbagai jenis kapal dan armada, dan pembangunan peripheral garis pertahanan laut dan penegakan kedaulatan hukum di laut.

Sedangkan pertahanan darat berhubungan dengan  penggelaran pasukan dan alutsista. Juga dalam konsep paradigma pertahanan teritorial adalah asesmen apakah perlu pembangunan KODAM khusus di ibukota negara atau cukup dengan penguatan satuan penyangga angkatan darat yang responsif, terukur dan efisien. Faktor aspek non konvensional adalah dengan memasukkan ancaman nubika (nuklir, biologi dan kimia), serangan siber dan terorisme. Pembangunan kekuatan tersebut dirumuskan dengan memperhadapkan aspek statis (ukuran kekuatan sendiri) terhadap aspek dinamis yang disimulasikan dengan war game ancaman militer dari luar.

Ibu Kota Negara dapat dipandang sebagai center of gravity (COG). Eikmeier[1] mengutip  Pemikir Strategis Militer Prussia  Carl von Clausewitz, yang mendefinisikan COG sebagai titik simpul seluruh kekuatan dan gerakan bertumpu. Dalam sebuah peperangan, ke sanalah seluruh energi harus difokuskan. Itu adalah ibarat Raja dalam petak catur. Doktrin gabungan militer Amerika Serikat mendefinisikan CoG sebagai seluruh karakteristik, kapabilitas dan keadaan setempat dari mana militer memperoleh otoritas kebebasan untuk beraksi, kemampuan fisik dan kesediaan untuk bertempur. Otoritas dan kewenangan tersebut tidak bersumber dari dirinya sendiri. Karena itu CoG dititik beratkan sebagai satu sistem sumber otoritas dan kekuatan untuk bertindak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline