Lihat ke Halaman Asli

Safitri Ahmad

arsitek lansekap, urban planner, penulis

Menjaga Pohon di Perkotaan

Diperbarui: 1 Juli 2022   13:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Kita selalu terpana setelah mengetahui pohon yang biasa berdiri rindang dan berusia puluhan tahun ditebang. Protes segera dilayangkan, tapi semua terlambat; pohon yang sudah ditebang tidak akan kembali, dan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk membesarkan dan menjadikannya bagian dari lingkungan.

Dalam perancangan (skala kecil berupa lahan rumah atau kawasan, bukan skala kota), sebagian besar perancang dan pemilik lahan yang peduli, mempertahankan pohon eksisting, terutama yang sangat tua, dan menjadikannya bagian dari rancangan.

Bangunan yang dirancang menghindari pohon, menempatkan pohon di bagian tengah bangunan, atau seakan-akan "menabrak" pohon, sehingga menyatu dengan bangunan. Ini membuat rancangan menjadi menarik dan unik. Pembangunan dapat dilaksanakan dengan mempertahankan pohon, tanpa perlu menebangnya, misalnya pada pembangunan Hotel Doubletree Jakarta, pohon yang sudah berusia puluhan tahun dipertahankan dan dirancang di depan hotel.

Bila tidak memungkinkan menjadi bagian dari rancangan, pohon besar dan berusia tahunan itu dipindahkan ke lokasi yang lain. Pemindahan ini membutuhkan biaya yang mahal, kehati-hatian, dan kondisi lokasi baru yang kondusif agar pohon dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru dan tidak mati. Misalnya ketika pemerintah DKI Jakarta memindahkan pohon dari di Jalan Sudirman-Thamrin dan pohon lain di Jakarta. Tetapi, lebih mudah menebang daripada memindahkan.

Penebangan pohon selalu menimbulkan debat, terutama pohon yang terletak di ruang publik. Lalu apa yang dilakukan untuk menjaga pohon? Dan, apakah semua pohon perlu dipertahankan?

Pohon yang terletak di jalur jalan dan di area pusat kegiatan perlu mendapat perhatian lebih, karena kehadiran pohon dibutuhkan, tapi juga dapat mengganggu (membahayakan) orang atau kendaraan, dan infrastruktur kota yang berada di sekitarnya. Keselamatan warga kota dan penjagaan terhadap infrastruktur kota harus didahulukan.

Berbeda kondisinya jika pohon berada dalam sebuah taman, seperti Taman Monas. Perancangan pohon di taman sudah direncanakan dari awal dan lepas dari pusat kegiatan dan infrastruktur kota, sehingga yang perlu diperhatikan adalah apakah pohon tersebut mati atau keropos. Jika mati dan keropos harus segera diganti.

Beberapa pemerintah kota di Amerika dan Eropa membuat peraturan untuk tidak menebang pohon, termasuk pohon yang terletak di lahan pribadi. Mereka hanya boleh menebang pohon jika pohon itu mati, keropos, dan membahayakan orang yang lalu lalang di sekitarnya.

Jakarta mempunyai Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, bahwa setiap orang atau badan dilarang memotong, menebang pohon atau tanaman yang tumbuh di sepanjang jalan, jalur hijau dan taman. Pohon yang ditebang tanpa izin akan mendapatkan sanksi. Peraturan ini telah berlaku dan beberapa orang yang menebang pohon tanpa izin telah dikenai sanksi, sebagian dari mereka tidak mengetahui peraturan tersebut.

Belum semua kota di Indonesia mengatur penebangan pohon di ruang publik, apalagi di lahan pribadi.

Bagaimana jika pemerintah kota yang menebang pohon? Pemerintah kota mempunyai peran yang paling besar dalam mempertahankan atau sebaliknya menebang pohon. Mereka selalu berdalih bahwa penebangan atau pemindahan dilakukan dengan alasan pembangunan kota.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline