Lihat ke Halaman Asli

sabrina rinaa

Mahasiswa prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Syiah Kuala

Kewarganegaraan di Tengah Ketimpangan: Menjembatani Visi Keseimbangan Marshall dengan Politik Identitas Turner

Diperbarui: 12 Oktober 2025   16:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosiology Kewarganegaraan (Sociology of citizenship) Marshall Rurner diagram

Pandangan tentang kewarganegaraan yang ditawarkan oleh T.H. Marshall dan Bryan S. Turner mewakili dialog sosiologis penting yang merentang dari era negara kesejahteraan hingga era globalisasi. Kedua teori ini tidak saling meniadakan; Marshall memberikan fondasi normatif yang idealis, sedangkan Turner menyajikan kerangka analisis yang realistis dan kritis untuk konteks dunia yang telah berubah.

Marshall, melalui karyanya yang monumental Citizenship and Social Class, menetapkan arsitektur kewarganegaraan klasik dengan tiga elemen progresif: hak sipil (kebebasan dasar), hak politik (partisipasi), dan puncaknya, hak sosial (kesejahteraan ekonomi dan martabat). Kekuatan utama Marshall adalah penegasannya bahwa kewarganegaraan sejati harus berfungsi sebagai penyeimbang terhadap ketidaksetaraan yang diciptakan oleh pasar kapitalis. Ia mengingatkan kita bahwa akses pada pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial adalah hak, bukan amal.

Namun, model Marshall terasa terbatas karena dua alasan utama. Pertama, sifatnya yang linear dan sangat terikat pada perkembangan historis di Inggris menjadikannya kurang relevan untuk konteks negara berkembang, di mana hak-hak tersebut seringkali dicapai secara non-linear (misalnya, hak politik mendahului hak sipil yang mapan). Kedua, ia terlalu fokus pada status yang diberikan (top-down) oleh negara, kurang memperhatikan perjuangan rakyat dari bawah (bottom-up) untuk menuntut hak-haknya.

Bryan S. Turner muncul sebagai sosiolog kontemporer yang merevisi kerangka Marshall untuk menghadapi krisis negara kesejahteraan dan fenomena transnasional. Turner berargumen bahwa kewarganegaraan modern tidak lagi hanya terikat pada negara-bangsa, melainkan dipengaruhi oleh globalisasi, migrasi, dan meningkatnya urgensi pada Hak Asasi Manusia (HAM), yang ia anggap sebagai dimensi keempat.

Kontribusi Turner sangat vital karena ia menyoroti kontradiksi dan ketegangan yang tidak diakui Marshall. Turner menunjukkan bahwa kewarganegaraan secara inheren menciptakan mekanisme inklusi dan eksklusi. Dalam konteks masyarakat majemuk seperti Indonesia, kewarganegaraan seringkali didominasi oleh politik identitas agama, suku, dan ras yang menjadikan perlindungan HAM bagi kelompok minoritas sebagai perjuangan berkelanjutan. Turner membantu menjelaskan mengapa menjadi warga negara secara hukum tidak selalu berarti diterima secara sosial dan budaya. Turner mengkritisi pergeseran dari warga negara aktif menjadi konsumen pasif, di mana kewajiban sipil memudar digantikan oleh konsumsi layanan publik. Analisis ini sangat relevan dalam masyarakat konsumeris saat ini.

Pada akhirnya, untuk memahami kewarganegaraan secara utuh, kita membutuhkan keduanya. Marshall memberikan kompas moral tentang apa yang harus dicapai (kesetaraan dan martabat melalui hak sosial), menjadikannya ideal yang wajib diperjuangkan, terutama dalam mengatasi ketimpangan ekonomi. Sementara itu, Turner memberikan kita peta yang jujur untuk menavigasi medan politik dan sosial yang sebenarnya kita tinggali.

Kita hidup di dunia yang lebih menyerupai analisis Turner penuh ketegangan identitas, ancaman eksklusi global, dan terkikisnya peran negara. Namun, tuntutan untuk mewujudkan hak-hak dasar dan martabat masih berpijak kuat pada visi Marshall. Oleh karena itu, studi kewarganegaraan modern harus terus berada dalam dialog kritis antara idealisme Marshall dan realisme Turner.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline