Lihat ke Halaman Asli

syarifuddin abdullah

TERVERIFIKASI

Penikmat Seni dan Perjalanan

Risalah tentang Idul Fitri

Diperbarui: 31 Maret 2024   20:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Ada sebuah satire yang kalimatnya begini: "Nggak puasa kok ikut-ikutan merayakan Idul Fitri!".

Satire ini tentu saja bukan dimaksudkan untuk melarang seorang Muslim yang tidak berpuasa atau puasanya bolong-bolong di bulan Ramadhan untuk ikut merayakan Idul Fitri. Tapi lebih bersifat sindiran etis sekaligus sebagai ilustrasi yang menegaskan kesyahduan perayaan Idul Fitri.

Sebab, sensasi spiritual Idul Fitri hanya mungkin dirasakan-diresapi secara maksimal oleh orang yang telah berpuasa sebulan penuh Ramadhan. Bobot sensasinya kira-kira setara dengan sensasi kenikmatan-kebahagiaan orang berpuasa menjelang akan berbuka puasa.

Yang pasti, Idul Fitri memiliki banyak keunikan yang menciptakan daya pikat yang sulit dihindari, baik secara tradisi-kultural maupun hukum-hukum keagamaan.

Pada hari Idul Fitri, nilai-nilai keagamaan melebur dengan sentuhan kultural (perayaan), yang akhirnya menciptakan senyawa antara kebeningan spiritual dan kenyamanan fisik; semua mengkristal dan menjelma menjadi wujud tunggal. Dari situlah kemudian tercipta daya pikatnya, yang sedemikian menariknya, sehingga semua orang hanya bisa dan terpaksa mengikuti alunan ritmenya. Bahkan musuh paling bebuyutan sekalipun takkan pernah berpikir untuk sekedar coba-coba membendungnya.

Risalah ini akan mengulas beberapa hal-hal yang layak sekedar diketahui, atau perlu dan bahkan wajib diketahui, agar dapat merayakan Idul Fitri secara maksimal.

*-*-*

Idul Fitri sebagai hari raya

Dalam bahasa Arab, kata id (ain-ya'-dal) bermakna hari raya, yang umumnya dirayakan setiap tahun. Arti dasarnya adalah kembali atau berulang. Karena itu, hari kelahiran disebut idul-milad; hari kemerdekaan disebut idul-wathani atau idul-qaumi.

Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik yang berkata bahwa di zaman Jahiliyah, masyarakat Madinah merayakan dua hari raya, di mana mereka bersenang-bersenang. Setelah Rasulullah saw hijrah ke Madinah, beliau bersabda: saat ini kalian juga sudah punya dua hari raya, Allah swt menggantinya dengan dua hari raya yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline