Lihat ke Halaman Asli

Royan Juliazka Chandrajaya

Seorang pekerja lepas yang sedang berusaha memahami makna hidup.

Kritik Sastra Marxis terhadap Kapitalisme

Diperbarui: 2 Agustus 2022   11:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : justisia.com

Guru besar sastra Universitas Sanata Dharma, Drs. B. Rahmanto, M.Hum, dalam pidatonya  pada acara dies natalis ke-53 Universitas Sanata Dharma yang berjudul "Revitalisasi Humaniora dalam Rangka Pembangunan Moral Bangsa: Sebuah Refleksi Sastrawi"  mengungkapkan dua kegelisahannya dalam memandang kondisi dunia kesusastraan Indonesia dewasa ini. 

Pertama, fakta bahwa ilmu-ilmu humaniora di berbagai universitas sudah dipinggirkan oleh kapitalisme dan mengabdi pada orientasi pasar semata-mata. Kedua, pengalaman panjang sejarah kelam bangsa Indonesia yang disebutnya menjalankan "tiada hari tanpa kekerasan dan  korupsi".

Kegelisahan yang pertama merupakan sebuah refleksi manusiawi yang prihatin akan sebuah ilmu (baca : sastra) yang secara esensial mengandung komposisi yang sehat bagi terpeliharanya harkat kemanusiaan tetapi  kini justru harus tunduk ke dalam diktat-diktat produksi pasar ala kapitalisme. 

Di sisi lain, universitas, lembaga yang harusnya menjadi wadah pertemuan kaum terpelajar dalam rangka merumuskan sebuah peradaban yang dapat membebaskan manusia justru kini hanya menjadi instansi-instansi pelatihan dan kursus keterampilan kerja. Kerja yang melayani roda produksi kapitalisme.

Serba Serbi Kapitalisme                            

Kapitalisme itu sendiri bukan sekedar sebuah sistem perekonomian melainkan lebih dari itu ia adalah sebuah sistem sosial yang menyeluruh. Sistem itu dipandang sebagai suatu pandangan hidup yang yang berfokus pada upaya memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Kelahiran awal kapitalisme di Inggris pada abad 18 dengan cepat menyebar luas ke kawasan Eropa Barat, Amerika Utara dan kini hampir meliputi seluruh muka bumi. 

Awal kelahiran kapitalisme tidak dapat dilepaskan dari semangat Aufklarung yang amat mementingkan tripartit kebebasan seperti kebebasan pemikiran, kebebasan berekspresi dan kebebasan untuk hidup.

Liberalisme dan neoliberalisme sendiri dipandang sebagai anak kandung dari kapitalisme. Ajaran utamanya sangat mulia, bahwa jika setiap individu diberi kebebasan untuk berusaha, maka secara alamiah dia akan berkembang mencapai kesejahteraan ekonomi.

Tetapi dalam kenyataannya, cita-cita kapitalisme dalam mewujudkan peradaban yang lebih manusiawi tidak kunjung terwujud. Dampak negatif dari kapitalisme ternyata sangat mengejutkan. Penderitaan dan kecemasan manusia semakin besar. Disparitas antara pemilik modal dan kaum pekerja semakin besar.

Dalam sistem ini, tenaga kerja manusia hanya dipandang sebagai salah satu faktor produksi. Semangat ekonomi yang pada awalnya diwarnai oleh kebebasan justru kini menjadi ajang kontestasi keserakahan dan indvidualisme yang menggila. Ketamakan manusia yang eksploitatif dan ekspansif menjadi nilai yang terpuji dalam sistem kapitalisme.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline