Lihat ke Halaman Asli

Rizwan Hawari

Buruh pabrik

Aku dan diriku

Diperbarui: 27 Agustus 2025   00:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Untuk diriku...
Aku mendekapmu, wahai diri,
bukan yang terburuk,
hanya cahaya yang pernah redup.

Kau tenggelam di palung terdalam,
memanggil, namun tak kuhiraukan.
Butuh waktu lama untuk mengangkatmu,
hingga jiwa terasa sesak,
tak manusiawi, membekas,
namun kau tetap menunggu,
dan aku akhirnya kembali padamu.

Aku tersadar
kau masih hidup,
menanti bertahun-tahun
meski kecewa karena lama.
Kini kita dapat bersatu,
menjadi satu kesatuan.

Pernah kubenci diriku,
namun kau tetap hadir jauh di sana.
Itu dulu,
kini kuanggap kau puzzle yang hilang,
dan kuakui keberadaanmu.

Entah kau akan menolongku atau tidak,
aku tetap berjalan,
bukan dengan membunuhmu,
melainkan menjadikanmu teman perjalanan.
Kau milikku,
dan akan selalu begitu.

"Memalukan," bisik mereka,
"seperti sampah di mata dunia."
Namun bagiku
kaulah bagian terpenting
yang tertinggal dari diriku.
Kelak,
kau akan kupuja, kupeluk,
dan kuajak bicara
selamanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline