Lihat ke Halaman Asli

Pengaruh Cyber Crime bagi Perkembangan Sebuah Negara

Diperbarui: 9 April 2021   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

dari munculnya kejahatan di dunia maya atau yang lebih dikenal dengan istilah "Cybercrime"ini dimulai pada tahun 1988. Pada tahun itu, seorang mahasiswa berhasil menciptakan sebuah wormatau virus yang menyerang program komputer dan mematikan sekitar 10% dari seluruh jumlah komputer di dunia yang terhubung ke internet. Akan tetapi jauh sebelum itu sebenarnya benih-benih kejahatan di dunia maya telah ada. Dimulai pada tahun 1950-an, para mahasiswa di Massachusettsnstitute of Technology (MIT) yang memiliki rasa ingin tahudan kepandaian untuk mengeksplorasi peralihan jaringan telepon (the phoneswitching networks) dan sistem control padaTech Model Railroad Club danmenyusun komputer di Massachusetts Institute of Technology ArtificialIntelegence Laboratorium (MIT Al Lab).

Pada saat ini sebenarnya para mahasiswa dan ahli-ahli teknologi lainnya hanya bertujuan untuk mengembangkan teknologi informasi khususnya internet, dan belum ada niat untuk memanfaatkan teknologi ini untuk melakukan kejahatan. Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi komputer dan teknologi informasi semakin maju dan berkembang ke seluruh negara-negara di dunia. Pada tahun 1990 muncul sebuah gelombang baru yang lebih memanfaatkan perkembangan teknologi informasi ini untuk melakukan kejahatan. Mereka mulai menyerang situs-situs milik publik ataupun pribadi, demi mencari kesenagan atau keuntungan. Dari situlah lahir istilah cybercrime atau yang disebut juga sebagai kejahatan mayantara (Raodia, 2019). Beberapa bentuk kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi informasi yang berbasis utama komputer dan jaringan telekomunikasi ini, dalam beberapa literatur dan praktiknya dikelompokkan dalam beberapa bentuk, antara lain:

a) Unauthorized Acces Computer System and ServiceKejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa ijin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya.

b) Illegal ContentsMerupakan kejahatan dengan menggunakan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.

c) Data ForgeryMerupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless documentmelalui internet.

d) Cyber EspionageMerupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran.

e) Cyber Sabotage and ExtortionKejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.

f) Offense Against Intellectual PropertyKejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Contoh, peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan informasi rahasia dagang orang lain dan sebagainya (PASARIBU, 2017).

Adapun sebuah rancangan atau strategi yang dilakukan sebuah negara dalam menghadapi cyber crime, yakni Penyempurnaan perangkat hukum, Polri, Kemenkominfo, DPR, pakar hukum dan organisasi lainnya yang sangat berkepentingan atau keamanan usahanya tergantung dari kesempurnaan undang-undang di bidang cyberspace (pengusaha e-commerce dan banking) sedang memproses untuk merancangnya agar di Indonesia terwujud UU ITE yang sempurna. UU ITE diharapkan bersifat lex specialist, menyempurnakan undang[1]undang pendukungnya dan melakukan sintesa serta analogi yang lebih luas terhadap KUHP. UU ITE yang sudah ada perlu direvisi terutama pasal / ayat yang karet (multi tafsir), setidaknya tidak boleh dipakai sebagai rujukan hukum hingga nanti terbit PP dan Permen/Kepmen Kominfo yang menjadi turunan hukumnya. Perlu dilakukan Komitmen dan kerja sama yang intensif antara Kemenkominfo dengan para pakar dari universitas[1]universitas dan pelaku bisnis ICT khususnya ISP dan Computer Network Security dalam mengantisipasi perkembangan cyber crime di Indonesia. Mendidik para penyidik, Dalam hal menangani kasus cybercrime diperlukan penyidik yang mempunyai cukup pengalaman (bukan penyidik pemula), pendidikannya diarahkan untuk menguasai teknis penyidikan dan menguasai administrasi penyidikan serta dasar-dasar pengetahuan di bidang komputer dan profil hacker. Untuk itu diperlukan pengiriman aparat hukum Polisi, Jaksa, Hakim untuk melakukan pendidikan mengenai cyber crime di negara maju khususnya Amerika Serikat. Membangun Fasilitas Forensic Computing, Keberadaan Fasilitas Forensic Computing sangat penting dan vital dalam membongkar kasus cyber crime. Fasilitas Forensic Computing yang akan didirikan Polri diharapkan akan dapat melakukan tiga hal penting, yaitu; Evidence Collection (pengumpulan bukti), Forensic Analysis (analisis forensik), Expert Witness (saksi ahli). Diharapkan nantinya Para ahli forensik komputer bisa memanfaatkan fasilitas tsb untuk mendeteksi lokasi kejahatan yang tepat dan juga mendukung dalam pemulihan dokumen yang hilang atau sengaja dirusakkan. Ahli Komputer forensik menangani dengan setiap kasus dengan sangat hati-hati ketika akan melakukan pemeriksaan forensik, Setiap melakukan kesalahan penempatan akan berakibat korupsi data atau dapat merusak sistem secara keseluruhan. Komputer forensik memungkinkan ahli forensik dapat mengetahui masing-masing dari setiap file. Baik file yang disimpan di tempat biasa dan maupun yang tersembunyi dan file yang dilindungi oleh security. Hal tersebut dapat dilakukan melalui tool forensik. Forensik komputer ini juga memainkan peran sebagai analisa teknis sehingga mampu menyelidiki bagian yang paling sulit terjangkau dari perangkat digital. Meningkatkan Upaya Penyidikan Dan Kerja Sama Internasional, Indonesia melalui Kepolisian RI bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS) melalui International Criminal Investigative Training Assistance Program (ICITAP) melatih lebih dari 100 orang polisi se-Jawa timur mengenai cara mengatasi "Cyber Crime" (Tindak Kejahatan Dunia Maya). Selain itu Aparatur kepolisian melalui Kepolisian negara-negara Asean terus berkoordinasi dan bekerjasama untuk memerangi kejahatan di dunia maya atau cyber crime. Untuk meningkatkan kemampuannya, sebanyak 70 perwira dari kepolisian se Asean mengikuti pelatihan selama dua hari di Bandung. pelatihan ini juga melibatkan para ahli dari Interpol, Apcert, Microsoft, kepolisian Korea dan Kepolisian Federal Australia. Kerjasama Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan Australia Federal Police (AFP), dalam bidang penanganan kejahatan cyber, diharapkan mampu meningkatkan kinerja penyidik dalam menangani bukan hanya kasus cyber crime, namun juga terorisme di Indonesia (Hermawan, 2013).

Selain strategi, maka ada rancangan yang dilakukan dalam sebuah negara, yakni:

1.Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline