Lihat ke Halaman Asli

Rizky Hadi

Anak manusia yang biasa saja.

Sepucuk Surat untuk Orangtua

Diperbarui: 9 Mei 2021   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

edited by canva

Pemerintah Indonesia mengeluarkan larangan mudik pada lebaran tahun ini, sama seperti tahun lalu. Banyak perantau yang tentunya kecewa atas berlakunya peraturan ini. Kerinduan mereka tentang kampung halaman harus ditunda terlebih dahulu. Untuk mengobati kerinduan, mereka hanya bisa berbicara melalui telepon atau pun via video call.

Dikarenakan saya sedang tidak merantau dan berada di tanah kelahiran, saya akan menulis surat yang semoga bisa mewakili perasaan para perantau tentang kerinduan kampung halaman.

***

Teruntuk

Kedua Orang Tua

Pak ... Bu ... jika engkau telah menerima surat ini, itu berarti segala kepul kerinduanku sudah sampai kepada kalian. Maafkan anakmu ini yang belum bisa berkumpul lagi seperti lebaran tahun-tahun sebelumnya. 

Aku di sini baik-baik saja. Jangan khawatirkan kesehatanku. Aku janji jika situasi sudah merenggang dan pemerintah sudah mencabut peraturan, aku pasti akan langsung pulang. Kangen dengan suasana asri kampung halaman.

Bagaimana kabar Bapak dan Ibu? Pastinya kalian berdua sangat sehat bukan? Bapak yang mempunyai tubuh liat, yang setiap hari bekerja di sawah, sudah sangat pasti terhindar dari segala macam penyakit. Virus kan takut pada orang yang setiap hari tubuhnya dipanggang terik matahari. 

Sementara Ibu yang tak pernah lelah mengurus keperluan rumah tentunya masih diberikan kebugaran. Jangan samapi sakit ya, Bu. Kalau Ibu sakit keadaan rumah nanti akan kacau. Semoga keluarga kita selalu diberi perlindungan dari Tuhan dan dijauhkan dari segala macam penyakit.

Dua bulan lalu, aku memberikan kabar bahwa akan pulang sebelum hari raya. Waktu itu, aku sudah membayangkan bahwa hari raya nanti, aku bisa mencicipi masakan Ibu yang tak pernah meleset di lidah. Ketupat dan opor ayam. Tangan Ibu yang menari-nari di atas wajan dan penggorengan tak pernah gagal dalam meramu makanan. 

Begitu pula dengan Bapak. Aku bisa menggambarkan ketika malam takbiran nanti, Bapak akan mengajakku ke kedai kopi Bang Syi'is. Yang letaknya tak jauh dari rumah itu. Kemudian Bapak akan memintaku bercerita tentang apa yang terjadi di kota. Sembari minum kopi yang rasanya khas, aku mulai bercerita. Orang-orang yang ada di kedai juga pasti mendengarkan dengan seksama. Eh ... bagaimana kabar mereka? Semoga selalu sehat juga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline