Lihat ke Halaman Asli

RIZA UMMAMI

Terkadang kita lupa, kalau kita begitu berharga

#MenolakLupa Gerakan Riau Merdeka

Diperbarui: 9 Oktober 2019   22:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Riau pada masa lalu memiliki sejarah yang gemilang. Daerah ini merupakan bagian dari kejayaan sebuah imperium Melayu yang membentang dari semenanjung Melayu (sekarang Malaysia) hingga pesisir timur Sumatera. 

Namun, sejarah bangsa Melayu yang selalu di pecah-belah oleh kekuatan eksternal, dalam hal ini kolonialisme dam imperialisme, membuat nama Riau secara perlahan-lahan mengabur di tengah persaingan zaman.

Terusirnya penjajah dari tanah air setelah proklamasi kemerdekaan, mendatangkan harapan akan kembalinya nama Riau. Harapan itu tidak pernah terwujud, malahan di bawah segelintir pemerintahan yang tidak baik, marwah Riau semakin hilang. Berbagai kebijakan sepihak dan arogan tidak hentinya diterapkan pemerintahnpusat ke daerah, khususnya di Riau. 

Sumber daya yang melimpah tidak sedikitpun bisa dinikmati masyarakat Riau. Semuanya dikuras habis untuk kepentingan segelintir penguasa di pusat semenjak merdeka hingga runtuhnya rezim orde baru.

Gerakan Riau Merdeka bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja, tanpa ada faktor penyebab yang signifikan. Pada tahap ini, dipahami ada sesuatu yang salah dari hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang hanya memarginalkan peran masyarakat lokal, baik secara ekonomi maupun politik. Pada saat bersamaan, melemahnya negara secara resiprokal memeperkuat civil society.

Sehingga, titik didih dari berbagai problem sosial tersebut terjadi di tahun 1956. Munculnya Kongres Riau I melahirkan opsi perjuangan untuk berpisah dari Provinsi Sumatera Tengah, yang akhirnya melahirkan Provinsi Riau. 

Namun kemudian, munculnya gerakan itu dapat diredam hingga beberapa dekade dan muncul kembalidi era reformasi. 

Tiga puluh empat tahun kemudian, bermula dari pertemuan pada 15 Maret 1999, kemudian berlanjut di tanggal 1 Februari 2000, dalam perhelatan Kongres Riau II melahirkan opsi merdeka dari tiga pilihan tuntutan yang akan diperjuangkan, yaitu merdeka, otonomi khusus, atau negara federasi. Dari 623 peserta yang hadir ; 270 orang memilih opsi merdeka, 199 orang emilih opsi otonomi khusus, dan 146 orang memilih opsi negara federal.

Meski demikian, Riau tidak dilahirkan untuk menjadi pengkhianat, kultur Riau adalah persahabatan, persaudaraan, kesederhanaaan, dan kesetiaan. Sejarah panjang masyarakat Riau sejak dulu kala menunjukkan bahwa daerah ini patut dihargai dan dihormati. Sehingga, munculah Gerakan Riau Merdeka (GRM) meski dalam kategori gerakan separatis, sejak awal ditegaskan bahwa gerakan ini adalah gerakan damai. Pada sisi lain, gerakan ini juga sudah mempersiapkan bendera dan merumuskan teks proklamasi yag diberi judul Deklarasi Riau Berdaulat sehingga, dari pemahaman tersebut, gerakan ini secara substansi lebih tepat dikategorikan sebagai gerakan sosial.

GRM saat itu dipimpin oleh Prof.Tabrani Rab yang dinobatkan sebagai Presiden Pertamanya. GRM menuntut kemerdekaan pengelolaan SDA, SDM, Merdeka secara moral, dan merdeka tanpa darah.5 lahirnya gerakan ini tidak lain karena kondisi Riau yang masih diselimuti kemiskinan ditengah kekayaan, beraksesoris kebodohan, ketertinggalan, dan keterbelakangan. Terlalu lama Riau terpuruk dalam jurang kemiskinan di antara limpahan kekayaan sumber daya alam yang terpendam di dalam bumi dan terhampar di permukaannya.

Gerakan Riau juga berangkat dari ekspresi kekecewaan masyarakat Riau dan aspirasi agar diberikan perhatian yang lebih leluasa untuk mengelola sumber daya alamnya guna mendukung proses menyejahterakan masyarakat, mengejar ketertinggalan dan menyelamatkan warisan Riau untuk generasi masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline