Lihat ke Halaman Asli

Rini Wulandari

TERVERIFIKASI

belajar, mengajar, menulis

Kebun Ikhlas "Ekolit" Cara Murah Berbagi dan Mengedukasi dari Kebun Rumahan

Diperbarui: 6 Februari 2024   23:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proses penyiapan bahan tanam kebun ikhlas sumber foto diolah dokpri Rini Wulandari

"Selama tanaman itu menghasilkan, selama itu pula buah kebaikan akan mengalir untuk kita", begitu pesan ayah saya, sewaktu kami menanam  pohon mangga di halaman rumah. Ketika ayah meninggal saya baru menyadari bahwa kami kini bisa menikmati buah-buah mangga ranum dan besar sepanjang tahun.

Setahun yang lalu, seorang teman dari LSM lokal bercerita, betapa sulitnya mengajak masyarakat di kampung tempat program LSM itu dijalankan untuk tidak menebang pohon-pohon di gunung, padahal hutan itu sebagai "wadah" penahan air curahan hujan.

Setiap hari ibu-ibu di kampung harus mengangkut air dari sumber mata air yang jauh di kaki gunung, dengan menjunjung ember dan jerigen. Sekian lama kemudian, barulah mereka menyepakati usulan mengganti tanaman yang ditebang dengan tanaman buah.

Alasannya sederhana, masyarakat di kampung tidak mungkin menebang tanaman buah di gunung, karena mereka bisa mengambil manfaatnya dengan memanen buahnya yang berlimpah. 

Singkat cerita, program tersebut berhasil. Memang butuh waktu merubah mindsetnya, ada saja alasannya, tidak sempat, capek bekerja di ladang, gangguan binatang. 

Cerita itulah yang kemudian mengilhami saya untuk memulai sebuah kegiatan tanam menanam di halaman belakang rumah, sambil berbagi dan menyalurkan hobi berkebun.

Merintis Kebun Ikhlas "Ekolit"

Sebenarnya bagian belakang bangunan rumah saya yang saya jadikan kebun itu tak seberapa luas . Tapi lumayan manfaatnya, setidaknya ada 16 jenis tanaman yang bisa saya manfaatkan hasilnya untuk saat ini. Pohon kelapa, mangga, jeruk manis, cabe setan, cabe rawit, tomat, ubi kayu, kecombrang, tumuru, belimbing wuluh, serai, pepaya, sirih, takokak, pandan, dan pisang.

Ketika ekonomi makin sulit setelah pandemi tanaman-tanaman itu terasa sangat membantu sekali. Paling tidak beberapa tanaman kita tak harus membelinya di pasar.

Sekali waktu jumlah tanaman pandan, serai, kelapa dan pepaya jumlahnya bertambah banyak. Saat membersihkan, kami putuskan untuk membuangnya. Tapi saat tanaman dikumpulkan timbul perasaan sayang jika berakhir di tempat sampah.

Kebetulan saya sedang menyiapkan bibit cabe setan, ada sekitar 15 buah polybag. Tapi entah mengapa  bibit tanaman mati dan polybagnya menganggur. Daripada kosong, saya isi dengan tanaman yang rencananya akan saya buang. 

Niat awal siapa tahu ada tetangga yang mau. Tapi kemudian saya letakkan di pinggir jalan dekat rumah, dengan memasang kertas , "Bibit gratis, silahkan diambil".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline