Lihat ke Halaman Asli

Rinaldi Sutan Sati

Owner Kedai Kapitol

Saat Algoritma dan AI Menggerakkan Kekacauan Sosial

Diperbarui: 3 September 2025   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Photo: Website Harapan Rakyat

Mungkin banyak diantara kita yang pernah menonton film Mission Imposible yang bertajuk Dead Reckoning Part One dan The Final Reckoning. Film yang dibintangi oleh Tom Cruise, Hayley Atwell, Ving Rhames, Simon Pegg, Henry Czerny, dan Angela Bassett itu menghabiskan anggaran sekitar 4,9 Triliyun Rupiah dan 6,5 Triliyun Rupiah. Film yang diawali dengan adegan sebuah kapal selam Rusia bernama Sevastopol yang menyimpan server Artificial Intelligence (AI) bernama The Entity yang akhirnya hancur oleh hantaman torpedo sendiri karena perintah Entity. singkatnya, dalam ceritanya, agen Hunt (Tom Cruise) "terpaksa" bertempur melawan logika algoritma AI, Entity, agar tidak terjerumus dengan langkah-langkah yang dibuat oleh kecerdasan buatan.

Demikianlah kiranya yang terjadi belakangan ini. Hampir sebagian besar isu dan propaganda yang diproduksi (baik narasi, gambar, gambar bergerak) yang diupload di media sosial merupakan hasil olahan algoritma AI yang sebagian besar tidak dilandasi oleh kondisi dan keadaan objektif, sehingga beberapa kejadian terjadi di luar kendali manusia. Misalnya jika kita hubungkan dengan aksi-aksi demonstrasi tahun 1995-2001 dengan Agustus 2025, perbedaannya sangat mencolok. Aksi-aksi yang lahir dari pergulatan pemikiran gerakan saat itu, lebih konsisten fokus kepada tuntutan politik, memiliki daya tahan juang, serta terkonsolidasi dengan baik; walau beberapa kali kalah dipukul mundur. Amarah yang tersulut (dampak dari perluasan aksi), adalah efek domino menjadi sanderaan politik, mengakibatkan rezim tumbang. Sementara itu, aksi 3 (tiga) hari di akhir Agustus 2025 silam, dapat disimpulkan sebagai bentuk olahan dari algoritma media sosial, bahkan bisa jadi langkah-langkahnya tidak lagi merupakan perasan otak manusia, melainkan sudah merupakan jawaban dari AI.

Adalah 2 (dua) hal berbeda gerakan yang dilahirkan oleh pemikiran mesin dengan manusia. Mesin cenderung tidak memperhatikan secara detail kondisi objektif dan subjektif dan lebih kepada watak idealnya. Jika kita mengetikkan "apa yang harus dilakukan oleh rakyat Indonesia saat sekarang?" maka mesin akan mengumpulkan seluruh kejadian umum yang datanya terkumpul dalam media sosial, sensor perangkat IoT, dataset publik daring, serta arsip khusus industri. Data-data ini tentunya tidak selalu valid, karena diinput dan dikerjakan oleh manusia; ada yang melalui verifikasi ketat, ada pula yang tampil tanpa melalui verifikasi. 

Seperti hanya jika video atau gambar tayang dalam platform media sosial. Video ataupun gambar yang ditayangkan dalam media sosial, TikTok misalnya, tidak melalui proses verifikasi yang ketat. Sehingga siapa saja yang kurang mengetahui kejadian sebenarnya, dapat menganggap kejadian-kejadian dimaksud sebuah kebenaran, walau tanpa verifikasi. Algoritma yang berdampak kepada pasokan informasi kepada seseorang menurut tingkat ketertarikan tontonan atau pencariannya, menjadikan orang tersebut menerima semua cerita yang sealur. Menjadi sangat bahaya, karena tanpa diketahui kebenarannya, orang tersebut dapat menjadikan apa yang dilihat dan ditontonnya sebagai bahan argumentasi, bahkan menyerang orang-orang yang mengetahui kebenaran kejadian sebenarnya. 

Dalam cerita Reckoning; Part One dan The Final, The Entity informasi yang diberikan oleh Entity diarahkan kepada informasi yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga cenderung seperti direkayasa. Pada kondisi ini, data-data palsu yang dipasok, menjadi tontonan dan bacaan seseorang, sehingga orang yang membaca, menonton atau bahkan hanya sekedar menyaksikan, tidak dapat lagi membedakan mana yang asli dan mana yang ilusi. Hal ini tentu mengingatkan kita kepada film Spiderman: Far From Home (2019) yang dibintangi oleh Tom Holland. Film ini juga menggambarkan bahwa, bagaimana Spiderman mengalami kesulitan untuk membedakan mana kejadian ilusi dan mana yang asli. 

Jika kehidupan kita saat ini adalah film yang sedang tayang di bioskop antah berantah, maka para penonton yang sedang menyaksikan adegan kekacauan pada akhir Agustus 2025 kemarin dapat menyimpulkan bahwa betapa negara dalam bahaya jika algoritma media sosial dan keleluasaan AI tanpa batas dibiarkan begitu saja. Hasutan-hasutan yang tercipta oleh karena nafsu mengejar pengunjung atau suka pada akun media sosial pemiliknya, menjadi lebih penting ketimbang menyelamatkan nyawa manusia atau harta benda yang dengan susah payah didapatkan seseorang. 

Moralitas, Etika, Hukum dan Norma tidak lagi menjadi hal yang utama. Karena algoritma dan AI tidak memiliki perasaan dan akan cenderung mengikuti kebiasaan atau perintah dari yang memerintahnya. Dia berjalan otomatis tanpa batasan atau pun dengan batasan. Dan AI, pengembangan lebih lanjut dari algoritma yang diberikan kecerdasan manusia. Keduanya akan memasok informasi kepada yang memberikan perintah tanpa hati. Hasilnya, korban-korban dari aksi-aksi kekerasan bagi AI adalah sebuah bilangan angka yang akan ditampilkan jika seseorang mencarinya. Dan bagi algoritma, tayangan serupa akan diulang-ulang, sehingga tertanam di bawah alam sadar manusia suatu informasi, tanpa perlu lagi untuk melakukan validasi. Algoritma dan AI dapat dengan pasti menjadi penyebab kekacauan sosial. Seperti baru-baru ini. 

Pesan-pesan dikirim oleh orang-orang yang tidak mau berpikir keras akan kebenaran dan dampaknya di grup-grup Chat. Video-video diupload tanpa validasi hanya untuk mengejar jumlah kunjungan dan tontotan orang. Nasehat-nasehat kebenaran dianggap angin lalu. Dan manusia tidak lagi melihat sesuatu yang sudah divalidasi, namun menganggap semua tayangan dan bacaannya sudah pasti benar. Banalitas terjadi, Objektifitas dibuang ke tong sampah. Jadilah dunia yang dipimpin oleh algoritma dan AI. 

Maka masa depan kita, apakah akan diserahkan kepada algoritma dan AI?  Apakah masa depan umat manusia akan diserahkan kepada algoritma dan AI?      

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline