Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Mitos Ibu

Diperbarui: 14 Maret 2019   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay

Terpaksa aku mengelus dada ketika ibu mertua menyuruhku dan istri harus tinggal di rumahnya selama kehamilan istri.  Ada-ada saja! Padahal rumah ibu mertua cukup jauh dari kantor. 

"Ini penting demi keselamatan istrimu!" ketus ibu mertua ketika menjemput kami. Wajahnya masam karena aku sempat mengeluhkan jarak tempuh dari rumahnya ke kantorku lumayan lama. Itu artinya, aku harus lebih pagi bangun. Lebih pagi bersiap-siap ke kantor. Dan lebih ngebut menggeber motor.

"Kalian sedang menanti anak pertama. Jadi, harus hati-hati! Kalian tak mengerti apa yang boleh dan tidak dilakukan oleh perempuan hamil. Nanti kalau terjadi apa-apa, aku pasti menyesal karena tak mengajari kalian."

Kepalaku pening. Kubantu ibu mertua memasukkan pakaian ke dalam tas. Ocehannya terbiar mengalir, dan tak kukomentari lagi. Istri hanya menanggapi dengan desah atau anggukan kepala.

Dia juga sama sepertiku tak sanggup menolak kehendak ibu. Padahal di rumah kontrakan kami masih banyak yang harus dikerjakan. Seperti pesanan kue dari pelanggan setia. Menurut ibu mertua, semua itu tak perlu diurusi dulu. Menunggu kelahiran anak pertama kamilah yang harus diperhatikan lebih cermat.

* * *

Hari pertama yang menjemukan di rumah ibu mertua. Ada-ada saja mitos yang dikerjakannya sehingga membuatku geleng-geleng kepala. Istri disuruh menggantungkan gunting kecil di bh-nya, yang sebelumnya berpengait peniti. Aku takut sewaktu-waktu kulit dada istri terluka tertusuk mata gunting.

Ibu mertua langsung menggeram. Dia menyalahkan pasangan muda sekarang selalu menganggap semua petuah orangtua hanyalah mitos.

"Ini demi kebaikan kalian!" Ibu mertua berlalu ke dapur. Istri menendang kakiku, sebagai pertanda menyuruhku diam. Dia tak ingin kekesalan ibu berujung emosi yang meledak-ledak. Bila demikian, tingkah sang ibu seperti anak kecil. Di usia menjelang enam puluh lima tahun ini, dia mulai pikun.

* * *

Maryani, staff personalia di kantorku, manggut-manggut ketika kuceritakan tentang perilaku ibu mertua. Mulutnya berdecap-decap karena kepedasan menikmati rujak mangga muda. Dia juga seperti istriku, sedang hamil. Hanya saja usia kehamilannya sudah mendekati sembilan bulan, sedangkan istriku baru dua bulanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline