Lihat ke Halaman Asli

Yang Lebih Bahaya dari Corona

Diperbarui: 4 Maret 2020   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bulan Februari tahun ini nampaknya jadi bulan yang penuh kegalauan. Setelah kegalauan hati.....(oopss sensor), most of people were afraid of corona. Virus ini belakangan populer sekali sampai bikin gempar dunia, termasuk negara paling rame cuitan, lovely Indonesiaku. 

Masker bak harta karun yang diincar masyarakat. Bisa tiba-tiba lenyap di pasaran ataupun muncul dengan harga yang lumayan signifikan dari hari biasanya. Belum lagi hand sanitizer. Menyusul susu murni, vitamin, ramu-ramuan imunitas yang bakal langka. Ehem...

Melihat fenomena ini, ada rasa bangga (lah kok), melihat kesadaran masyarakat akan kesehatan dan kebersihan meningkat. Inget ga dulu waktu kecil guru kita sampe berbusa nulis dan bilang semboyan "kebersihan pangkal kesehatan" atau "kebersihan sebagian dari iman". 

Dulu terus terang rasanya bosen denger kalimat itu. Klise gitu kedengerannya, apalagu kalau kedapetan dihukum dan nulis bersambung kalimat itu satu halaman penuh...(PR dah rasanya). Tapi, melihat kalimat itu berwujud nyata jadi perilaku masyarakat sekarang...yaa bangga aja gitu....(akhirnya ocehan guru-guru diaminkan bangsa).

Respon yang kedua kaget, panic attack di mana-mana. Sana sini ribut stock masker, ribut update virus tiap hari, ribut belanja perlengkapan yang lain, aduh-aduh...apalagi setelah dikonfirmasi positif ada yang terinfeksi di Depok (dari semua tempat kenapa Depok duluan deh, kan eike tinggal dan cari makan di sini...bisa tambah panik donks). 

Mana musim hujan, musimnya orang kena flu. Terus ikutan panik?? Belom sii. Mungkin karena saya orangnya agak an-sos, dan rada cuek...yaa makanya ga panik segitunya. Selain juga saya merasa lebih sehat dengan ramuan rimpang-rimpangan yang baru digeluti belakangan ini. Jadi yaa positif aja virus mungkin ada di mana-mana, tapi mudah-mudahan tubuh bisa menangkalnya. 

Transfer virus corona diinfokan dari droplets liur/lendir hidung & mulut yang mungkin tersebar dalam radius 1 meter, yang mungkin bisa berpindah-pindah lewat sentuhan langsung maupun tidak langsung. Ga heran kalau masyarakat khawatir berada di tempat umum dan ambil tindakan preventif menghindari terinfeksi virus tsb.

Respon ketiga, resah. Gimana ga resah akibat isu ini harga-harga barang-barang terkait jadi mahal. Ada isu penimbunan juga. Ini belum bulan puasa loh. Menjelang puasa dan lebaran udah jadi tradisi harga-harga kebutuhan pokok akan melonjak juga.

Serem ga sih, kalau biasanya moment-moment seperti hari raya, pemilu, atau special occasion lainnya bikin harga naik. Sekarang dengan adanya isu virus juga bisa menggarakkan masyarakat (dalam jumlah massive) untuk membeli suatu barang dalam jumlah besar. Dalam hukum permintaan dan penawaran di sistem ekonomi pasar ini wajar. Permintaan naik, penawaran tetap, hasilnya harga naik. 

Yang terjadi sekarang permintaan naik, penawaran turun, alhasil wasallam...harga bisa berlipat naik, barang langka. Kebayang ga sih kalau setiap ada issue, respon masyarakat seperti ini? Kebayang ga, kalau yang hilang di pasaran itu kebutuhan primer kita? Kebayang ga kalaupun kita mampu mendapatkan banyak barang, tapi yang memerlukan justru ga dapet? Kebayang ga kalau demi sebuah barang kita menghalalkan segala cara demi berburu barang tsb?

Kalau kita khawatir akan ancaman virus dari luar tubuh kita mestinya kita lebih peduli akan kondisi dalam tubuh kita. Berapa banyak dari kita yang peduli akan kesehatan pencernaan dan pernapasan, sebagai contoh. Sudahkah kita menjalankan pola hidup sehat? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline