Lihat ke Halaman Asli

Ridha Afzal

TERVERIFIKASI

Occupational Health Nurse

Work From Home: Konsep Pendidikan Pemuda Era Digital

Diperbarui: 28 Oktober 2021   06:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: lancangkuning.com; Integrasi Pendidikan Era Digital

Beberapa waktu lalu kami pergi berkunjung ke sebuah outlet di Computer Plaza, Malang. Tempat teknisi yang biasa saya kunjungi. Ternyata orangnya, Mas Edi saya memanggilnya, sudah dua bulan ini pindah beberapa langkah dari outlet biasanya. 

Nama outletnya tetap sama. Saya berfikir, ini salah satu bentuk pengembangan fisik bisnisnya. 

Outlet ini merupakan langganan saya. Butuh sekitar dua jam untuk upgrade aplikasi yang ada pada laptop, yang sebenarnya milik seorang teman yang sedang saya antar.   

Sambil menunggu diperbaikinya laptop, saya bertanya kepada teknisinya, bagaimana kelangsungan bisnis selama Covid-19. Dijawabnya bahwa Corona tidak berdampak negative terhadap bisnis yang dia tekuni. Justru naik omsetnya hingga sekitar 150%. Dilanjutkan bahwa bisnis yang tidak terganggu selama masa pandemic ini di antaranya makanan, teknologi informasi dan kesehatan.

Bisnis teknologi informasi ini melonjak demand and supply nya, karena adanya perubahan system pendidikan. 

Dari offline menjadi online dalam jumlah yang massive. Bayangkan, kepemilikan HP Android misalnya, sepertinya wajib bagi setiap anak sekolah serta mahasiswa. Laptop juga demikian. Belum lagi hitungan aplikasi, service jika ada gangguan, serta kebutuhan perangkat lainnya. 

Kebutuhan IT yang terkait pendidikan ini masih harus diperkaya lagi dengan Games dan jenis hiburan yang digandrungi anak-anak muda di era digital. Bisa dimengerti manakala pebisnis dan teknisi IT kemudian dibuat kewalahan karenanya.

Salah seorang teman saya, Fahmi namanya, saat ini memiliki outlet jualan pulsa di empat tempat di Aceh. Dari satu, kemudian mencuat jadi empat dalam kurun waktu 7 tahun. Luar biasa. Dia geluti bisnisnya sejak kuliah. Sewaktu pertama kali saya datang ke Jawa, saya melihat penduduk di Jawa ini padat banget, namun yang jualan pula pula tidak 'seramai' yang ada di Banda Aceh. 

Di sana pedagang pulsa ini bisa berbaris di beberapa sentra, kayak pedagang kaki lima. Hal yang sama tidak saya temui di Malang saat saya tinggal di sana selama dua tahun. Mungkin sistemnya saya berbeda. 

Di Malang orang bisa pesan pulsa cukup lewat WhatsApp atau SMS. Sedangkan di Aceh, secara fisik orang menggelar outlet di tempat terbuka kayak oran jualan sayur. Itulah yang membuat orang-orang yang bisnisnya jualan pulsa ramai di Tanah Rencong.

Entah sampai kapan bisnis seperti ini akan berlangsung. Yang jelas, sepanjang belum ada pengganti system telekomunikasi (internet dan telepon) dengan menggunakan pulsa ini, bisnis seperti ini akan tetap bertengger di papan atas.   

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline