Lihat ke Halaman Asli

JK Gagal Bermanuver Cantik, Aburizal Bakrie Bermain Cantik, Sukses Rapimnas, Gagalkan Munas Rekonsiliasi

Diperbarui: 25 Januari 2016   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Aburizal Bakrie-Agung Laksono (Ilustrasi Detik.com)"][/caption]Ketua Umum Golkar hasil Munas Bali Aburizal Bakrie nampaknya akan terus melempar bola panas kepada pihak-pihak yang terlibat dalam upayanya untuk mendamaikan Golkar yang terpecah belah sejak setahun terakhir. Bola panas yang dilemparkan tentu akan menjadi sebuah blunder besar jika tidak mampu dihalau dengan penempatan posisi yang tepat dalam penyelesaian konflik Golkar atau menangkap bola panas lemparan Aburizal Bakrie tersebut. yang dimaksud dengan bola panas disini adalah perubahan sikap secara mendadak Aburizal Bakrie yang secara mendadak pula menyetujui penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar digulirkan pada Mei mendatang atau lebih tepatnya sebelum bulan puasa tiba.

Yang menjadi persoalan utama dari perubahan sikap mendadak Aburizal Bakrie adalah karena sebelumnya Aburizal Bakrie enggan untuk menyelenggarakan Munas, karena beranggapan bahwa Golkar hasil Munas Bali yang legal. Padahal sebelumnya Mahkamah Agung sudah memutuskan mengembalikan Golkar pada kepengurusan hasil Munas Riau 2009, serta memerintahkan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly untuk mencabut SK Golkar dari kepengurusan hasil Munas Ancol dan tidak memerintahkan Yasonna untuk mengeluarkan/menerbitkan SK sebagai bentuk legalitas dari pemerintah untuk Golkar Munas Bali.

Begitulah kedudukan hukum Golkar Munas Bali dan Munas Ancol yang sebenarnya. Dengan kata sederhananya, Pengembalian Golkar pada hasil Munas Riau 2009 sudah demisioner sejak 1 Januari 2016, dicabutnya SK Golkar Munas Ancol, dan tidak ada perintah dari Mahkamah Agung untuk diterbitkannya SK untuk Golkar Munas Bali, artinya kepengurusan Aburizal Bakrie sama sekali tidak berhak untuk menentukan Munaslub. Begitupun keputusan yang rencananya diputuskan pada Rapimnas Golkar hasil Munas Bali adalah tidak ada dasar hukumnya sama sekali, kecuali Golkar Munas Bali sudah mendapat legalitas dari pemerintah, Maka secara hukum akan menjadi legal. Yang harusnya memutuskan menyelenggarakan Munaslub  atau Munas rekonsiliasi adalah Mahkamah Partai Golkar yang mempunyai misi untuk kepentingan Golkar kedepan bukan keentingan kelompok yang hingga saat ini masih dipertontonkan oleh Aburizal Bakrie dan konco-konconya.

Jika melihat argumentasi hukumnya, Maka Aburizal Bakrie sama sekali tidak memiliki hak dan kewenangan untuk mengambil suatu keputusan atau kesimpulan dalam Rapimans Munas Bali bahwa Munaslub akan diselenggarakan pada Mei mendatang, karena Golkar Munas Bali ilegal pun Munas Ancol. Dan perubahan sikap dadakan ala Aburizal Bakrie ini adalah sebuah pekerjaan besar bagi sesepuh Golkar untuk menggagalkan rencana Aburizal Bakrie tersebut, Karena keputusan penyelesaian konflik partai politik jika mengacu pada UU Parpol adaah harus melalui mekanisme Mahkamah Partai dalam hal ini Mahkamah Partai Golkar.

Dan keputusan yang sudah dibuat oleh Mahkamah Parta Politik sebagaimana yang tertuang dalam UU No 2/2011 atas perubahan UU No 2/2008 tentang Parpol adalah final dan mengikat, artinya tak ada celah lagi untuk tidak mentaati keputuan tersebut, Final karena sebagai putusan akhir sedangkan mengikat adalah keputusan Mahkamah Partai mengikat kedua belah pihak yang telah diputuskan untuk didamaikan melalui Munas rekonsiliasi untuk menghindari terbentuknya partai baru. Terlebih lagi keputusan Mahkamah Partai Golkar sudah turut memasukan dalam keputusannya yakni menggandung kedua kubu yang berkonflik. Jadi sudah tidak ada alasan lagi bagi Ical untuk menolak putusan tim transisi MPG, Kecuali jika ingin menghancurkan Golkar adalah wajar menolak MPG yang berisi sesepuh Golkar yang sudah sangat berpengalaman ini.

Meskipun kepengurusan Mahkamah Partai Golkar yang ada saat ini adalah masih berdasarkan kepengurusan Riau, hal ini tak perlu dipermasalahkan jika benar-benar ingin menyelamatkan partai Golkar dari kematian politiknya. Harus jujur mengatakan bahwa penyelesaian terkait kepentingan apalagi kepentingan yang menyangkut politik adalah sangat mustahil untuk diselesaikan melalui jalur hukum, karena salah satu dari kedua belah pihak yang berkonflik sudah bisa dipastikan sampai kapanpun tidak akan bisa menerima putusan hakim tersebut.

Kembali lagi ke persoalan manuver yang kini terus dilakukan oleh Aburizal Bakrie. Pernyataan bahwa Aburizal Bakrie akan tidak mencalonkan diri lagi sebagai Ketua Umum Golkar jika Agung Laksono juga tidak mencalonkan, atau sebaliknya Agung Laksono juga tak akan mencalonkan diri lagi sebagai Ketua Umum Golkar jika Aburizal Bakrie adalah salah satu bentuk pengalihan perhatian atau merupakan sebuah babak baru dari pertikaian di antara dua kubu, karena sesungguhnya yang terjadi di dua kubu saat ini adalah saling atur strategi untuk mendudukan loyalis-loyalisnya sebagai calon Ketua Umum Golkar jika Aburizal Bakrie dan Agung Laksono memang tidak lagi maju sebagai Ketua Umum Golkar. Yang menjadi permasalahan serius dari kubu Aburizal adalah jika Aburizal Bakrie mundur dan tidak akan maju sebagai calon Ketua Umum Golkar, Maka bisa dipastikan para loyalisnya akan bersaing untuk dimajukan oleh Aburizal dengan tujuan agar tetap bisa mengendalikan Golkar walau sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum Golkar.

Strategi Munaslub bisa saja akan diselenggarakan secara sepihak lagi sebagaimana Aburizal menyelenggarakan Rapimnas dengan keputusan sepihak alias tanpa berkomunikasi lagi dengan kubu Agung Laksono. Karena yang diincar Aburizal jika benar mundur dari pencalonan Ketua Umum Golkar adalah tetap mengendalikan Golkar melalui loyalis setianya yang akan bebas ia tunjuk menggantikannya sebagai Ketua Umum Golkar. Bagi Aburizal tak ada lagi yang demokratis saat ini, buktinya penyelenggaraan Rapimnas diputuskan secara sepihak dan ini jelas akan membwa Golkar sunguh-sungguh ke jurang kematian secara politik. Aburizal Bakrie akan tetap bisa atau mampu mengendalikan Golkar walaupun sudah tidak menjabat lagi sebagai Ketua Umum melalui loyalisnya yang akan menggantikannya jika benar ia legowo tak maju lagi sebagai calon Ketua Umum Golkar.

Ibarat mobil yang sudah sangat tua, walaupun hanya berganti pengemudinya, hal ini tak akan mengubah keadaan mobil tua tersebut. Mobil tersebut tetap akan rusak karena hanya berganti pengemudinya. Maksudnya adalah walaupun nantinya yang menjadi ketua Umum Golkar adalah berasal dari loyalis Aburizal Bakrie, hal ini bisa dipastikan tidak akan mengubah keadaan yang terjadi pada Golkar saat ini. Yang harus dilakukan oleh sesepuh Golkar dan juga Mahkmah Partai Golkar tak lain adalah untuk mendorong agar Munas rekonsiliasi dilaksanakan secepatnya sebelum bulan Maret,karena inilah salah satu cara yang cukup efektif untuk membuat pemilihan Ketua Umum Golkar bisa demokratis, terbuka, akuntabel, dan aspiratif, juga yang paling utama yang tak kalah pentingnya adalah untuk memajukan atau mencalonkan kader-kader yang memiliki tingkat integritas yang tinggi serta kemampuan mengelola organisasi partai yang baik.

Selain itu juga Jusuf Kalla sudah seharusnya kembali menggalang kekuatan bersama-sama dengan sesepuh Golkar lainnya yakni termasuk Habibie dan Akbar Tandjung yang mulai terlihat sudah mulai berubah sikap pasca hadirnya Habibie pada pembukaan Rakernas Golkar Munas Bali. Kalla harus lebih gesit lagi dalam bergerak karena saat ini yang sudah disiapkan oleh Aburizal Bakrie adalah mendudukan loyalisnya sebagai Ketua Umum dan wacana melanggengkan kekuasaannya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Golkar. Kalla harus mampu menarik kembali Habibie dan Akbar Tandjung untuk masuk dan seiring sejalan dengan keputusan tim transisi Golkar yang sudah memutuskan untuk menyelenggarakan Munas rekonsiliasi sebagai jalan terakhir yang diambil untuk menyelamatkan Golkar.

Apalagi nama-nama bakal calon Ketua Umum Golkar pun sudah beredar antara lain: Aziz Syamsuddin, Ade Komaruddin, Nurdin Halid Idrus Marham, Mahyuddin, Agus Gumiwang Kartasasmita, hingga Priyo Budi Santoso pun dikabarkan akan dimajukan Golkar dari dua kubu jika benar Aburizal Bakrie legowo mundur dari pencalonan Ketua Umum Golkar pada Munas rekonsiliasi yang rencananya akan digelar pada Maret mendatang. Namun yang perlu ditekankan sekali lagi adalah persoalan keterlibatan kedua kubu dalam Munas rekonsiliasi menjadi sangat penting sebab jika kedua kubu dimana salah satu dari dua kubu terpaksa atau  berakting mengikuti Munas rekonsiliasi, Maka bisa dipastikan konflik Golkar tak akan selesai-selesai, yang dibutuhkan Golkar saat ini adalah regenerasi pada posisi Ketua Umum Golkar dan posisi elit lainnya di internal partai berlambang pohon beringin ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline