Lihat ke Halaman Asli

Richardus Beda Toulwala

Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Kalap, NTT Zona Merah dan Fluktuasi (Fenomena "Keras Kepala")

Diperbarui: 2 Mei 2020   09:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok Pribadi, Foto Pasar Ende (2 Mei 2020)

(Samber 2020 Hari 6 & Samber THR)

Fenomena kalap yang menggelikan saat ini marak temukan di Flores (NTT) khususnya di Kota Ende. Bayangkan, di tengah realitas melonjaknya angka kematian karena virus corona, dan fluktuasi harga  yang tak menentu tidak menyurutkan gairah belanja warga Flores, khususnya di Kota Ende.

 Dua hari lalu (31 April 2020), NTT kembali ke zona merah daerah terpapar corona setelah Kepala Dinas Kesehatan NTT, Dominggus Mere mengumumkan ada 9 orang yang positif terpapar corona. Seketika itu media sosial dihebohkan oleh berbagai postingan yang menakutkan akan masa depan penduduk di nusa cendana ini.

Terhadap zona merah NTT, warga Kota Ende menanggapinya biasa-biasa saja. Mereka tak bergeming dan tenggelam dalam aktivitas keseharian. Orang Ende malahan menciptakan fenomena kalap yang berlebihan. Hampir di setiap sudut kota pancasila orang sibuk menjajakkan makanan untuk buka puasa atau pun sahur.

Demikian pula di pasar Potulando, pasar Ende dan pasar Wolowona, fenomena kalap belanja makanan nyata di sana. Padahal, ancaman pandemi ini setidaknya bisa memberikan anxiety effect kepada kita untuk tidak keluar rumah agar terhindar dari paparan virus corona.

Selain ancaman virus corona, fluktuasi sembako juga diperkirakan oleh para ekonom bakal menghilangkan kalap belanja makanan. Namun fluktuasi malah ditertawakan oleh warga. Harga yang menanjak tak mampu membantai nafsu makan. Penghematan terhadap belanja yang tak perlu bukanlah hal penting melainkan kepuasan saat ini. Yah selagi ada uang, itu prinsip kita orang Flores yang tak kita sadari, namun ternyata prinsip itu menenggelamkan kita dalam kemiskinan berlarut-larut. Dan kita enggan menyadari itu.

Dok Pribadi, Situasi di area Toserba Sinar Mas, Ende (30/4/2020)

Terhadap fenomena kalap belanja makanan di masa pandemi corona dan bulan suci Ramadan, saya memiliki satu asumsi. Ya, cukup satu meskipun ada ruang kemungkinan yang memuat asumsi lain, tetapi kali ini saya membedahnya dari satu asumsi, yakni keras kepala.

Terkadang 'keras kepala' kita (orang Flores khususnya Ende) tidak didukung dengan rasionalitas secukupnya. Akal sehat rapuh karena determinasi sikap angkuh dan keras kepala berlebihan. 'Keras kepala' menyediakan ruang kemungkinan untuk menampung aktivitas kejahatan dan menolak akal sehat. Oleh karena itu dampak terburuk dari keras kepala adalah kematian rasionalitas.

Tentang kematian rasionalitas, Arendt menyebut bahwa hal itu disebabkan oleh absennya kesadaran kritis dan imajinasi. Dia lantas menyebutnya, 'ketidakberpikiran'. Ketidakberpikiran membangkitkan insting predator sehingga kejahatan menjadi banal daan menyenangkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline