Lihat ke Halaman Asli

Rezi Hidayat

researcher and writer

Strategi Pengembangan Rumput Laut

Diperbarui: 15 Mei 2019   09:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebagai negara 

bahari dan kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar untuk dijadikan prime mover perekonomian. Menurut pakar kelautan dan perikanan Prof. Rokhmin Dahuri, potensi nilai ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia diperkirakan mencapai USD 1,33 triliun/tahun atau setara 7 kali lipat APBN tahun 2017. 

Salah satu sektor kelautan dan perikanan yang menjadi unggulan dalam jangka pendek adalah sektor perikanan budidaya. Indonesia termasuk dalam jajaran produsen terbesar di dunia untuk perikanan budidaya.

 Setiap tahun volume produksi perikanan budidaya Indonesia meningkat, sampai pada Oktober 2017 mencapai 16,16 juta ton. Dari volume tersebut, produksi terbesar disumbangkan oleh rumput laut yakni mencapai 51% dari total produksi.

Rumput laut merupakan komoditas perikanan budidaya yang relatif mudah dipelihara. Tercatat lahan potensial budidaya rumput laut Indonesia seluas 1,1 juta ha dan baru termanfaatkan sekitar 20%. 

Di tingkat global, Indonesia termasuk produsen rumput laut terbesar di dunia. Data FAO 2015, memperlihatkan produksi rumput laut jenis Euchema cottonii dari Indonesia menempati urutan pertama dunia sebanyak 10,11 juta ton. Untuk jenis Gracilaria sp., Indonesia menempati urutan kedua setelah China, dengan produksi sebesar 1,15 juta ton.

Sayangnya, meskipun produksi rumput laut Indonesia melimpah, nilai ekonomi yang dihasilkan tidak semaksimal nilai yang semestinya bisa diperoleh. Rumput laut merupakan komoditas yang memiliki nilai tambah tinggi karena dapat diolah menjadi bahan baku untuk berbagai industri seperti pangan, farmasi, dan kosmetik. 

Dari rumput laut mentah bentuk kering saja, jika diubah menjadi bahan setengah jadi (misal: SRC atau agar-agar batang) bisa menambah nilai ekonomi hingga 5-20 kali lipat. 

Namun, mirisnya justru produk rumput laut Indonesia kebanyakan diekspor dalam bentuk mentah. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pernah menyebutkan dari 1 juta ton produksi rumput laut, hampir 85% diekspor dalam bentuk raw material. 

Negara-negara pengimpor rumput laut dari Indonesia seperti China, Philipina, Chili, dan Korea mampu mengolah rumput laut tersebut menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Bahkan ironisnya sebagian dari mereka malah mengekspor kembali ke Indonesia dalam produk olahan turunannya seperti alginat, tepung karaginan, tepung agar, dll.

PR Industri Pengolahan 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline