Lihat ke Halaman Asli

Al Iklas Kurnia Salam

Kata bukanlah sekedar rangkaian huruf. Kata menyimpan makna yang di dalamnya bisa mengubah hati seseorang

Krisis dan Awal Mula Konfrontasi

Diperbarui: 27 September 2019   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul: KonfrontasiRedaksi: Sutan Takdir Alisjahbana, Acdhiyat Kartamihardja, Beb Vuyk dan Hazil TanzilPenerbit: Kebangsaan
Tahun Terbit: Juli - Agustus 1955
Jumlah Halama: 48 Halaman
Sumber: Koleksi Pribadi

Krisis dan Awal Mula Konf Kirontasi

Oleh Kurnia Salam

Apakah kemenangan politik Indonesia atas Belanda pada tahun 1949 menyebabkan kita mengalami krisis kebudayaan dan krisis sastra? Apakah majalah Pudjangga Baru telah kehilangan relevansinya atas perubahan konteks sosial hingga harus diganti dengan majalah baru yang lebih relevan?

Dua pertanyaan tersebut berusaha dijawab oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan Sudjatmoko dengan menerbitkan majalah baru bertajuk "Konfrontasi". 

Konfrontasi adalah majalah sastra dan budaya yang disuguhkan pada pembaca untuk merespon perubahaan situasi politik dan budaya di Indonesia. Dalam pengantar nomor pertamanya, edisi Juli - Agustus 1955 Sutan Takdir Alisjahbana menjelaskan bahwa:

 "Bukan sadja rupa redaksi madjalah baru ini berbeda benar dari jang lama,tetapi hal itu lebih lagi tentang tjara ia bekerdja. Ber-sama dengan redaksi madjalah Konfrontasi ini akan serta bekerdja pula sebuah studieclub, yang tiap bulan meminta dari anggotanja atau seseorang dari luar untuk memberi uraian tentang suatu soal atau sebagian dari suatu soal, jang dibitjarakan bersama seluasnja. Dengan tjara demikian Konfrontasi berharap akan dapat mengumumkan pemandangannja tentang berbagai soal dimsajarakat kita sekarang".

sssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss-5d8d5f670d82307e887166e2.jpg

Uraian tersebut menjelaskan pandangan dan strategi Konfrontasi dalam menghadapi tantangan zaman. Konfrontasi tidak ingin menjadi bagian pasif dalam semangat revolusi Indonesia yang berkobar. 

Konfrontasi tidak ingin hanya sekedar menerima dan menerbitkan tulisan yang sesuai dengan selera budaya masyarakat, namun juga memberi warna dan arah bagi kemajuan kebudayaan dan kesastraan Indonesia di masa mendatang. 

Hal tersebut dilakukan dengan cara menyelenggarakan diksusi rutin oleh anggota redaksi atau orang luar yang dipandang redaksi mampu mengupas persoalan yang sedang berkembang di masyarakat. Hal tersebut berarti, Konfrontasi berperan sebagai insinyur sosial yang berusaha membentuk tatanan sosial masyarakat ideal yang sesuai ideologi redaksi.

Pada nomor pertamanya, Konfrontasi memuat uraian Sudjatmoko tentang pentingnya peran Konfrontasi sebagai media bagi perkembangan dan kemajuan kebudayaan Indonesia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline