Lihat ke Halaman Asli

Kalau Pengurus Koperasi ke Tempat Pijat, Dewan Pembina Ikutan Nggak Ya?

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13537774141004289908

Usai futsalan di Pondok Indah, Selasa lalu, seorang teman mengeluhkan kakinya terkilir. “Enak nih kalau dipijit," katanya sambil mengusap-usap kaki. Kawan lainnya lantas nyeletuk, “Pijet beneran atau pijat plus-plus loe?” Tawa pun berderai.

Teman yang nyeletuk itu lantas menceritakan kisah dua orang rekan kerja wanitanya. Sepulang kerja, dua orang wanita itu ngerumpi di Setiabudi One, Kuningan, Jakarta. Tiba-tiba saja, salah satunya mengajak untuk ke tempat Spa di lantai 3 gedung tersebut, sebelum pulang ke rumah, sambil menunggu kemacetan Jakarta sedikit terurai.

Sesampainya di tempat Spa, si resepsionis menatap dengan pandangan aneh. Belum sempat mereka menanyakan fasilitas di tempat itu, resepsionis itu bilang, “Maaf mbak, tempat ini khusus untuk laki-laki.”

Cerita tersebut membuat kami semua tergelak. Setelah itu, banyak cerita-cerita lucu yang keluar dari kami; tentu saja topiknya seputar tempat Spa dan pijat plus-plus.

Memang ada perbedaan persepsi antara pria dan wanita soal tempat Spa. Kalau wanita, soal luluran, sedangkan lelaki, ya, seks. Ini lantaran tempat Spa yang khusus laki-laki kerap menawarkan layanan pijat plus seks. Pantas saja Dinas Sosial dan Komisi Penanggulangan AIDS kerap kebingungan mendata jumlah pekerja seks komersial (PSK) karena banyak terapis yang merangkap sebagai pekerja prostitusi.

Soal tarif tempat Spa dan panti pijat, beragam. Untuk kelas menengah rata-rata Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu. Itu tarif resmi. Jika pelanggan ingin mendapatkan layanan lebih dari terapis, tentu ada plus-nya. Kata salah seorang pemilik usaha Spa dan panti pijat di Glodok, Jakarta, nilainya bisa sampai Rp 1 juta. Dan itu bebas pajak! (Infobank No 397, April 2012).

Saya jadi teringat kasus korupsi dan pencucian uang Koperasi Karyawan PT Bank Central Asia Tbk Mitra Sejahtera (Kopkar BCA Mitra Sejahtera) sebesar Rp 11,7 miliar yang saat ini masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Dari data dakwaan jaksa, terungkap bahwa uang kas koperasi karyawan Bank BCA yang notabene berasal dari iuran anggota, dipakai oleh para pengurus koperasi pada periode 2005-2008 dan 2009-2011 untuk membiayai entertaintment (hiburan) sebesar Rp 930 juta, serta membiayai pijat dan spa senilai Rp 200 juta.

Saya harus bilang WOW naik sepeda circus di Grand Indonesia sambil koprol 99 kali untuk itu :)  Berarti para pengurus koperasi telah 200 kali mijet plus-plus. Kalaupun mijet beneran tanpa ada embel-embel plus-plus, berarti telah melakukan transaksi ke tempat pijat sebanyak 400 kali. Belum ditambah biaya entertainment Rp 930 juta yang tidak jelas untuk apa. Intinya, dalam jangka 6 tahun, untuk senang-senang ke tempat “begituan” biayanya Rp 1,130 miliar.

Jadi bisa dimaklumi jika 6.597 anggota Kopkar Mitra Sejahtera murka dan menuntut pengurus koperasi mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kalau ada anggota koperasi yang terkesan cuek, boleh jadi dia termasuk orang yang menikmati entertaintment atau tempat pijat plus-plus.

By the way, direksi Bank BCA sebagai pembina dan penasehat Kopkar sampai saat ini terkesan diam saja menghadapi kasus ini. Kira-kira ikutan ke tempat itu juga nggak yaaa??? Ha-ha-ha…




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline