Lihat ke Halaman Asli

Peta Jalan Pengembangan Industri Sidat Indonesia

Diperbarui: 28 Agustus 2020   14:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 75 persen dari total wilayahnya (termasuk ZEE Indonesia) tertutup oleh lautan dan samudera, dan 28 persen dari total luas daratannya ditutupi oleh ekosistem air tawar (sungai, danau, waduk, dan daerah rawa), Indonesia memiliki potensi produksi perikanan berkelanjutan terbesar di dunia. Salah satu komoditas unggulan perikanan Indonesia adalah Anguillid (Anguilla spp) atau Sidat.

Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB yang juga Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Prof. Rokhmin Dahuri saat menjadi pembicara kunci di "International Seminar On Fisheries" yang diselenggarakan oleh Universitas Tadulako (Untad) Palu secara virtual pada Kamis, 27 Agustus 2020.

"Sidat menjadi komoditas unggulan perikanan Indonesia karena harganya yang tinggi dan permintaan yang semakin besar baik di pasar domestik maupun global, mengandung protein tinggi, DHA, EPA, vitamin, dan mineral yang sangat baik untuk kesehatan, kekuatan, dan kecerdasan manusia," ujarnya.

Menurut Rokhmin, secara alami Indonesia memiliki salah satu sumber daya sidat terbesar dimana saat ini stok sidat alami di bagian lain dunia telah dieksploitasi secara berlebihan hingga menjadi terancam. "Situasi ini membuat sumber daya Anguillid Indonesia semakin kompetitif," terangnya.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu menegaskan jika dikelola dengan baik, industri sidat (dari hulu ke hilir) adalah entitas bisnis yang sangat menguntungkan dan berkelanjutan yang menyerap lapangan kerja besar dan menciptakan multiplier effect yang beragam.

"Saat ini sebagian besar produksi sidat dunia dihasilkan dari kegiatan budidaya (pemeliharaan) (97 persen dari total produksi sidat dunia)," ungkapnya.

Pada tahun 2010-2018, beber Rokhmin produksi sidat Indonesia bergerak dinamis, sebagian besar dari kegiatan perikanan tangkap (rata-rata 1.457 ton per tahun). "Pada tahun 2018 produksi penangkapan ikan sidat terbanyak berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan (40,5 persen), diikuti oleh Bengkulu (16,1 persen) dan Yogyakarta (10 persen)," katanya.

Lebih dari 200.000 ton / tahun sidat diproduksi di seluruh dunia dimana produsen utamanya adalah Cina, Jepang, dan Korea. Lebih dari 70 persen produk ini diproduksi untuk pasar 'Kabayaki' Jepang. "Kabayaki adalah gaya penyajian sidat, di mana sidat yang berukuran sekitar 150-200gram diberi mentega, diletakkan di atas tusuk sate, diolesi dengan kecap kental, dan dikukus atau dipanggang. Lebih dari 90 persen sidat yang dikonsumsi di Jepang disajikan dengan cara ini," urainya.

Pada tahun 2010 lanjut Rokhmin, Greenpeace International telah menambahkan sidat Eropa (Anguilla anguilla), sidat Jepang (Anguilla Japponica), dan sidat Amerika (Anguilla rostrata) ke dalam daftar merah makanan laut.

"Populasinya mengalami penurunan drastis akibat konsumsi yang berlebihan. Sehingga pasar dunia saat ini beralih ke spesies sidat tropis di Indonesia. Dari 6 spesies sidat yang ada di Indonesia, spesies yang paling banyak diminati adalah Anguilla bicolor dan Anguilla marmorata,"

Ekspor Sidat

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline