Lihat ke Halaman Asli

Rani Sawitri

Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Dilema Pembelajaran Jarak Jauh Pada Masa Pandemi

Diperbarui: 30 Juli 2021   19:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Adanya pandemi Covid-19 membuat pola pendidikan sangat berubah. Semua proses kegiatan belajar mengajar yang semula dilakukan dengan tatap muka, kini dilakukan secara jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi dan jaringan internet. Dengan dilakukannya pembelajaran jarak jauh ini, secara tidak langsung telah menjejakkan proses pendidikan ke arah digitalisasi, dimana siswa dituntut untuk mampu menggunakan teknologi yang akan digunakan dalam pembelajaran. Namun, hal tersebut juga menimbulkan permasalahan yang cukup rumit.

Tidak sedikit daerah yang mengalami kendala dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh ini, keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan sarana prasarana seperti smartphone atau laptop, kesulitan jaringan internet serta keterbatasan kuota internet dan keterbatasan orangtua dalam penguasaan teknologi, sehingga proses pembelajaran jarak jauh cukup sulit dilakukan. Seperti yang dirasakan oleh para pendidik di Kober Ihsan Ashshiddiq Cileunyi, mereka mengakui bahwa selama satu tahun di masa pandemi ini, banyak hambatan dan tantangan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Salah satu hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh ini yaitu kurangnya sarana dan prasarana penunjang karena tidak semua orangtua siswa mempunyai smartphone. Selain itu, banyak orangtua siswa yang sibuk bekerja dan keterbatasan orangtua atau pengasuh dalam penguasaan teknologi menjadikan anak tidak bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh.

"Tidak semua orangtua memiliki gawai yang canggih, kuota internet juga menjadi salah satu yang menghambat. Ketika ada bantuan kuota dari pemerintahpun, tidak semua siswa mengikuti kegiatan pembelajaran, dari 30 siswa yang terdaftar yang mengikuti hanya 5 orang, 3 orang bahkan kesininya hanya 1 orang. Disini juga rata-rata orangtuanya sibuk bekerja, sehingga banyak anak yang di asuh oleh neneknya dan mungkin penguasaan terhadap teknologi masa sekarang masih kurang." Ucap Bu Rina, selaku Ketua Pengelola Kober Ihsan Ashshiddiq.

Tak dapat dipungkiri akibat pandemi ini, banyak siswa menjadi kehilangan semangat belajarnya. Saat percobaan kegiatan dalam jaringan (daring) dilakukan, partisipasi anak dalam mengikuti pembelajaran sangatlah kurang, anak lebih senang memainkan gawainya untuk bermain games. Hingga pada akhirnya, anak mengabaikan kegiatan pembelajaran yang seharusnya dilakukan.

Mengatasi permasalahan tersebut, setelah percobaan pembelajaran jarak jauh dilakukan dan tidak berjalan secara optimal. Akhirnya pihak sekolah memutuskan untuk melakukan pembelajaran luar jaringan (luring) berdasarkan kesepakatan pihak sekolah dan orangtua siswa dengan membagi beberapa kelompok anak sesuai tempat tinggalnya (berdekatan) dan belajar ditempat yang sudah ditentukan masing-masing kelompok. Kegiatan pembelajaran luring tidak dilaksanakan setiap hari, setiap minggunya setiap kelompok melaksanakan pembelajaran sebanyak 3 kali.

Menghadapi kasus tersebut, peran pendidik saja tidak cukup, orangtua juga harus mengambil andil yang besar dalam proses bimbingan dan pendampingan anak agar proses pembelajaran berjalan secara maksimal. Karena pada dasarnya waktu anak akan lebih banyak dihabiskan bersama orangtuanya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline