Lihat ke Halaman Asli

Rahmat Setiadi

Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Sampah Informasi

Diperbarui: 11 Desember 2022   15:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by Pixabay

Sampah adalah sesuatu yang tidak dipakai oleh seseorang, tapi bisa jadi masih bermanfaat bagi orang lain yang pada gilirannya menjadi sampah yang tidak memiliki manfaat sama sekali hingga disebut sampah yang merusak bumi.  Begitu juga halnya dengan informasi.

Dalam sebuah pertemuan daring yang saya ikuti, nara sumber mengatakan bahwa kita bisa dengan mudah mendapatkan berbagai informasi dari mesin telusur tapi begitu banyaknya info malah tidak satupun menjadi rujukan, tidak terpakai. Akhirnya banyak dari kita lebih memilih pemikiran sendiri untuk mengambil suatu keputusan.

 

Pemikiran yang mencuat jadi perhatian kita merupakan kontruksi dari apa yang kita pahami selama ini. Jika minim informasi maka yang terbangun adalah pemikiran masa lalu yang belum tentu relevan dalam situasi kekinian. Sementara itu banyak informasi terkini yang tidak mengangkat kembali asal-usul suatu istilah tertentu untuk mengingatkan kembali pembaca mengenai konteks aslinya. Hingga kebiasaan asal tulis, asal bunyi, ngomong ngasal aja bisa dihindari dan kekeliruan berpikir yang membentuk kontruksi pemikiran seminimal mungkin mewujud dalam perbuatan.

 

Informasi yang tidak pada konteknya merupakan info menyesatkan yang bisa menimbulkan kesalahpahaman. Menariknya, penyesatan informasi sepertinya tidak bisa dibendung. Kita tidak tahu bagaimana info yang bertujuan kekeliruan berpikir ini tiba-tiba bisa cepat tersebar. Dan kemudian dengan cepat pula diketahui info tersebut adalah hoax. Kejadian dimana, dikaitkan kemana? Info tentang apa dikaitkan dengan peristiwa apa, sungguh sebuah pemikiran licik yang terpelihara.

Tingkat pengetahuan geografi dan sejarah generasi muda kita sekarang umumnya tidak sebaik ketika era digital belum semasif ini. Hal ini tidak hanya terjadi pada masyarakat kita,  Evan Thomas dan Takayama dalam Newsweek 15 Agustus 2005:19 "War Without Mercy" mengungkapkan, generasi muda Amerika dan Jepang banyak yang tidak tahu bahwa negara mereka pernah terlibat dalam perang yang luar biasa. 

Begitu juga dengan generasi kita yang hampir tidak bisa membayangkan bahwa Nusantara merupakan kumpulan kerajaan-kerajaan yang tidak jarang saling berperang, hingga bersatu demi satu tujuan. Juga tidak bisa membayangkan bagaimana bisa selama berabad-abad dalam penjajahan Belanda dan usaha-usaha untuk kembali bersama Amerika. Generasi muda sekarang tidak mau tahu bagaimana RRT, Korea Selatan bisa menarik perhatian mereka.

Maka dari itu diperlukan data rujukan agar kerangka pemahaman menuju arah yang benar. Rekontruksi informasi sangat mendesak, era digital yang menjamur masih kurang mempengaruhi generasi muda kita. Yang tampak menonjol begitu banyaknya informasi yang sedikit menyumbang pada kepustakaan politologi Indonesia. Informasi beragam versi yang melegitimasi simbol-simbol keberpihakan, kekuatan, dan kekuasaan amat kental. Produk informasi untuk konsumen publik seolah mengarah pada kekacauan berpikir yang beresiko tinggi ke perbuatan mengacaukan Indonesia.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sejatinya tidak bisa dipisahkan, sila pertama sampai kelima saling terkait. Permusyawaratan mengandung pengertian saling tukar informasi, bertukar pikiran, saling menyampaikan kritik, namun yang terakhir ini masih belum menjadi pengertian umum yang bisa diterima dan diterapkan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline