Lihat ke Halaman Asli

rahmat hidayat zein

Penulis buku Menthawafi Kehidupan, Menziarahi Kemanusiaan

Bekas yang Membekas dan Terbawa ke Mana-mana

Diperbarui: 28 Agustus 2019   10:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah tidak terhitung lagi saya terlibat obrolan bertemakan pilpres yang pelaksanaannya sudah beberapa bulan yang lalu itu. Sebetulnya saya merasa agak senep kalau diajak ngobrol tentang itu. Tapi apalah daya, sebagai teman ngobrol yang baik, sayapun mengikuti saja obrolan itu. Sekenanya.

Maka bisa diterka, isi obrolan itu terpecah dua. Yang satu mengudal kekecewaan dan praduga-praduga tentang kecurangan pelaksanaan pilpres. Maklum, yang mengudal ini simpatisan 02. Sedang yang satunya lagi tentu saja mengudal glorifikasi kemenangan. Betapa calon 01 itu memang hebat. Pantas, ia simpatisan 01.

Seperti beberapa siang yang lalu, saya terlibat obrolan dengan seorang Pak Tua. Kebetulan ia juga simpatisan 01. Itu saya ketahui dari ucapan-ucapannya selama sebelum pilpres berlangsung.

Sepanjang obrolan dengan saya itu, Pak Tua mengisahkan bahwa ia telah memberitau ke beberapa temannya yang simpatisan 02. Ia memberitau jika yang memenangkan kompetisi nanti adalah calon 01, dengan beragam argumentasinya. Karena itu, lebih baik teman-temannya merubah haluan. Berhijrah, dari 02 ke 01.

Ternyata di luar dugaan, teman-temannya tidak ada yang percaya dengan nasihat politiknya. Mereka tetap keukeh pada 02. Sedang ia sendiri tetap yakin seyakin-yakinnya pada insting politiknya, bahwa 01-lah yang akan menang.

Hasilnya sudah kita ketahui, 01-lah yang menang. Makanya, karena kekalahan 02 itu, Pak Tua menyayangkan kenapa teman-temannya tidak mengikuti dawuhnya dulu. Sebab kalau mereka mengikuti dawuh-dawuhnya, rasa malu dan kecewa tidak akan muncul seperti sekarang ini.

***

Apa yang saya rasakan mendengar dawuh-dawuh Pak Tua itu? Tepat sekali, perut saya langsung senep, seperti saya ungkapkan di paragraf awal. Saya merasakan senep, sebab menurut hemat saya, bahasan-bahasan bertemakan pilpres sebenarnya tidak aktual lagi. Malah lebih pantas dianggap kadaluarsa.

Namanya saja kadaluarsa, maka sepanjang apapun pembahasannya, tak akan mampu menambah wawasan bagi pembahas dan pendengarnya. Biarpun itu dari simpatisan calon yang menang. Atau dari simpatisan calon yang kalah. Tak ada nilai tambah yang optimal untuk mengembangkan diri. Hehehe

Kalau boleh saya istilahkan, orang yang selalu membahas bahasan kadaluarsa tentang pilpres itu tak ubahnya sedang terkotak. Ia terkotak oleh pikirannya sendiri. Tidak mau out of the box, supaya bisa menghirup udara segar. Sebab bagaimanapun pergantian energi itu penting bagi tubuh. Lebih-lebih bagi kesehatan otak.

Kita pasti sangat berpengalaman dalam membedakan dan merasakan antara mengobrol dengan orang yang terbuka pikiran dan yang tertutup pikirannya. Betapa dengan orang yang tertutup pikirannya, yang tema obrolannya hanya yang itu-itu saja, membuat kita jemu. Senep. Bahkan tak jarang perut kita langsung masuk angin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline