Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com
Tak ada yang memberitahu Bahwa kelak mendewasa, maka aku harus bertarung dengan para monster Monster yang lahir dari kepalaku Ia kerap mengganas, membesar, menguat, Tiap kali aku merasa takut dan terluka Monster itu akan mencabik-cabikku dengan kukunya yang panjang dan tak terawat Wajahnya menakutkan, mulutnya menganga sehingga taring tajamnya bisa kulihat dengan jelas Sering kali aku meminta pertolongan Tapi sebagian orang di sekitarku tak bisa melihat monster itu Mereka menganggapku gila, sudah hilang akal Tapi sungguh, aku sedang tidak berhalusinasi Monster itu begitu jahat, Ia paling suka melihat aku tak berdaya, terpuruk dan menangis Tapi aku benar-benar tidak mempunyai kekuatan Pedang yang kugenggam saat ini pun ukurannya sangat kecil dibanding lidah yang menjulur dari mulutnya Dia semakin mendekat, bersiap untuk menyergap Aku berjalan mundur dengan gemetar Pedang yang kusimpan di depan sebagai tameng tak berguna Tangannya semakin memanjang dan kian dekat kepadaku Aku tersudut Aku sudah mencapai tepi Aku tidak bisa lari Kini dia mencengkram badanku erat Meremuknya, Membantingnya, Dan mulai mengambil hatiku dengan paksa Benda yang begitu kecil dan merah, Perlahan menggelap di tangannya Seiring itu, Hidupku tak lagi menemukan terang