Lihat ke Halaman Asli

Rachena Febriery

Warga Kampung Siluman

Tadabbur Kemerdekaan

Diperbarui: 15 Agustus 2025   20:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ceudem sore-sore itu mulai kelelahan mewujud yang selama ini mengungkungi

Lalu anak-anak kemarin pagi yang berkerut dahinya didekap takut kembali berdendang

"Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur!" bunyi yang biasanya cuma sayup-sayup menggema dari surau desaku tetiba melangit bagaikan syuuuu... duarrr...-nya jangwey

Seribu sembilan ratus ampat puluh lima tahun lalu desaku isinya orang-orang kurus

Bukan sebab gizi buruk tetapi kelaparan bukti mereka bakal mahardika dari ceudem itu

Maka Allah mencipratkan sebutir keringat-Nya yang membuat daratan retak-retak dicumbu ijo royo-royo dan toto tentrem kertoraharjo

"Aku tidak pernah sedih meskipun kalian selalu lupa mahardika adalah atas izin-Ku," suara yang indah itu mengalir lembut dari seluruh pojok langit dari nurani Sang Khalik

Manusia yang bersorak-sorai sekejap terdiam lalu bersujud dan membalas, "Rabbana ma khalaqta haza batila. Innaka tukhliful mi'ad."

Mangunjaya, 15 Agustus 2025.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline