AirAsia merupakan sebuah maskapai penerbangan bertarif rendah (low-cost carrier/LCC) yang berbasis di Malaysia dan didirikan pada tahun 1993. Saat ini, maskapai ini telah berkembang menjadi salah satu grup penerbangan berbiaya rendah terbesar di kawasan Asia, dengan cakupan rute yang meliputi Asia Tenggara, Australia, Timur Tengah, serta berbagai destinasi internasional lainnya. Di Indonesia, AirAsia beroperasi melalui PT AirAsia Indonesia Tbk (AAID), yang tercatat sebagai entitas induk dari PT Indonesia AirAsia (IAA) dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan ini sebelumnya dikenal dengan nama PT Rimau Multi Putra Pratama Tbk (RMPP) sebelum secara resmi mengubah namanya pada 29 Desember 2017 setelah memperoleh persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Pada tahun 2024, AirAsia menghadapi berbagai tantangan strategis yang menguji ketahanan bisnisnya. Dari aspek eksternal, salah satu faktor utama yang memengaruhi kinerja perusahaan adalah kenaikan harga bahan bakar pesawat, yang menyumbang sekitar 40-50% dari total biaya operasional. Fluktuasi harga minyak dunia, yang dipicu oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah serta konflik antara Rusia dan Ukraina, menjadi penyebab utama kenaikan ini. Selain itu, depresiasi nilai tukar mata uang lokal terhadap dolar AS (USD) turut memperburuk situasi, mengingat sebagian besar biaya operasional maskapai, seperti sewa pesawat (leasing), pembayaran utang, dan impor suku cadang, bergantung pada mata uang asing. Di sisi lain, ketidakpastian politik akibat Pemilu 2024 di Indonesia juga menciptakan risiko kebijakan, termasuk potensi perubahan regulasi perpajakan dan alokasi slot bandara, yang dapat berdampak pada profitabilitas AirAsia.
Tantangan internal turut memperumit situasi, terutama terkait dengan reaktivasi armada pesawat. Gangguan pada rantai pasok global (global supply chain disruption) menyebabkan keterlambatan pengiriman pesawat baru dari Airbus, sehingga memaksa AirAsia untuk mengandalkan armada lama yang kurang efisien. Penggunaan pesawat berusia tua (aging fleet) berpotensi meningkatkan biaya perawatan (maintenance cost), mengingat frekuensi kerusakan dan kebutuhan perbaikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pesawat baru. Selain itu, persaingan yang semakin ketat dalam industri penerbangan bertarif rendah, terutama dari pesaing seperti Lion Air yang menerapkan strategi penetapan harga yang agresif (aggressive pricing), semakin memperbesar tekanan pada margin keuntungan AirAsia.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, AirAsia telah menerapkan serangkaian strategi manajemen operasional yang komprehensif untuk memitigasi dampak fluktuasi pasar dan mempertahankan keberlanjutan bisnisnya. Dalam menanggapi volatilitas harga bahan bakar, maskapai ini mengoptimalkan efisiensi operasional melalui berbagai pendekatan, termasuk optimalisasi rute penerbangan dan modernisasi armada dengan memperkenalkan pesawat Airbus A320neo yang memiliki konsumsi bahan bakar lebih efisien dibandingkan generasi sebelumnya. Selain itu, AirAsia melakukan diversifikasi sumber pendanaan dengan meningkatkan proporsi pembiayaan dalam mata uang lokal serta melakukan negosiasi ulang kontrak leasing untuk mengurangi eksposur risiko nilai tukar. Upaya kolaboratif dengan pemerintah, termasuk dukungan terhadap kebijakan stimulasi pariwisata, juga menjadi bagian dari strategi perusahaan dalam mengatasi ketidakpastian eksternal.
Pada aspek internal, AirAsia melakukan restrukturisasi operasional melalui optimalisasi jadwal penerbangan untuk meminimalkan downtime pesawat dan meningkatkan utilisasi armada. Perusahaan juga menjalin kemitraan dengan penyedia layanan Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO) untuk menekan biaya perawatan tanpa mengorbankan standar keselamatan. Untuk memperkuat daya saing di tengah persaingan yang ketat, AirAsia memperluas program loyalitas pelanggan (customer loyalty program) guna meningkatkan retensi penumpang dan mempertahankan pangsa pasar.
Secara strategis, AirAsia telah merumuskan sejumlah langkah jangka pendek dan panjang untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan. Fokus utama perusahaan meliputi peningkatan efisiensi operasional, ekspansi terkendali ke rute internasional yang memiliki profitabilitas tinggi, serta pengembangan layanan kargo sebagai sumber pendapatan tambahan. Dalam jangka panjang, AirAsia berkomitmen untuk menerapkan praktik keberlanjutan (sustainability), termasuk eksplorasi penggunaan Sustainable Aviation Fuel (SAF) sebagai upaya mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Peran direksi dalam mengawal strategi perusahaan sangat krusial. Direksi AirAsia secara aktif terlibat dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sebagai kerangka acuan operasional tahunan, sekaligus memastikan keselarasan antara kebijakan jangka pendek dengan visi dan misi korporasi dalam perspektif jangka panjang. Proses pengambilan keputusan direksi mencakup evaluasi menyeluruh terhadap risiko bisnis, kinerja keuangan, serta dampak faktor eksternal seperti dinamika geopolitik. Selain itu, direksi senantiasa mempertimbangkan masukan dari dewan komisaris dan pemegang saham untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas tata kelola perusahaan (corporate governance). Tujuan utama dari seluruh strategi yang dirancang adalah untuk memastikan kelangsungan bisnis (business continuity), mencapai target kinerja, serta mempertahankan daya saing di industri penerbangan yang sangat dinamis.
Berdasarkan implementasi berbagai strategi tersebut, AirAsia menunjukkan tanda-tanda pemulihan kinerja yang signifikan pasca pandemi. Pada tahun 2024, perusahaan mencatat peningkatan pendapatan sebesar 19,90%, didukung oleh pertumbuhan jumlah penumpang sebesar 6,91% dibandingkan tahun 2023. Tingkat kepuasan pelanggan juga mencapai skor 88%, mencerminkan keberhasilan upaya peningkatan kualitas layanan. Untuk tahun 2025, AirAsia menargetkan percepatan adopsi Sustainable Aviation Fuel (SAF), penguatan program Corporate Social Responsibility (CSR), serta peningkatan efisiensi operasional secara berkelanjutan. Selain itu, terjadi perubahan dalam struktur direksi menyusul keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 20 Agustus 2024, di mana Ibu Luh Gede Mega Putri Tjatera ditetapkan sebagai direktur baru menggantikan Bapak Jurry Soeryo Wiharko yang mengundurkan diri.
Dengan demikian, AirAsia dapat di nyatakan telah berhasil mempertahankan ketahanan bisnisnya melalui manajemen operasional yang efektif dan perencanaan strategis yang matang. Kemampuan perusahaan dalam mengatasi tantangan kompleks pada tahun 2023 dan mencapai kemajuan di tahun 2024 menunjukkan kapasitas adaptasi yang tinggi, sekaligus memberikan fondasi yang kuat untuk optimisme menuju pertumbuhan berkelanjutan di masa depan.
Source:https://ir-id.aaid.co.id/bod_report.html?utm
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI