Lihat ke Halaman Asli

Priesda Dhita Melinda

Ibu dari 2 orang anak perempuan dan juga seorang guru yang ingin terus belajar

Temani Mama Berjuang Ya, Nak

Diperbarui: 24 September 2018   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Hari ini tepat 32 hari aku berpisah dengan Nadine. Lautan yang memisahkan pulau di antara kami, hanya lewat telepon dan video call yang menyambungkan kembali. Tapi aku tak bisa menyentuhnya.

Rindu. Itu sudah pasti, semakin ke sini semakin dalam rinduku. Kadang pikiranku mulai tak logis dan menghayal, berfantasi, mengharapkan sesuatu yang mustahil. Yap, aku ingin punya pintu ajaibnya Doraemon, biar kapan pun aku mau bisa mengunjungi Nadine dan memeluknya.

Apalagi hari ini, saat di gereja tadi aku lihat anak perempuan seumuran Nadine berjalan di depanku, anak itu digandeng mamanya. Mamanya bawa tas besar, yang sudah bisa aku pastikan isinya baju, diapers, tisu kering, tisu basah, susu, cemilan, makanan, dan lain-lain, yang pasti barang mamanya cuma sedikit. Karena aku pun begitu saat pergi dengan Nadine. Aaahh...

Aku rindu pergi dengan bawaan yang banyak, tas yang menggembung karena isinya yang penuh. Aku rindu ditangisi saat aku lagi pipis di kamar mandi, jadi aku harus cepat-cepat keluar. Aku rindu diikuti kemana aja aku pergi. Aku rindu Nadine ngerengek minta gendong. Aku rindu Nadine lari menghampiri aku karena dia nggak mau digendong orang lain. Aku rindu sekali.

Saat di rumah, aku rindu mengejar-ngejar Nadine atau merayu Nadine untuk mandi, main air dengannya, ditangisi saat aku mandi, aku rindu saat Nadine merengek minta ikut aku mandi padahal dia sudah mandi, aku rindu diganggu saat aku harus mengerjakan tugas sekolah.

Aku rindu saat main-main sama Nadine sebelum tidur, aku rindu memeluk dan menciuminya saat Nadine tidur, aku rindu bercerita dengan Nadine meskipun kadang Nadine nggak peduli, aku rindu. Rindu semua hal yang aku lakukan dengan Nadine.

Di sini, aku hanya bisa melihat dan menahan sakit ditenggorokanku karena aku tak mau menangis. Aku tak mau orang lain melihat aku sedih dan menangis. Aku tak mau baper. Tapi itu hanya keinginan. Kenyataannya aku baper, aku nangis, aku sedih. Aku tak tahan seperti ini.

Dokumen pribadi

Terkadang saat sedang sendiri di kamar, pikiran dan hati kembali rindu pada orang di rumah sana. Tak jarang juga air mata menetes saat melihat foto atau video Nadine. Tapi aku merenung untuk merefleksikan diri bahwa aku tak boleh terlalu larut dalam kesedihan ini. Di sini aku sedang berjuang menggapai mimpi untuk kesejahteraan keluarga.

Begitu juga ayah dan Nadine untuk berjuang. Intinya keluargaku sedang berjuang. Aku di sini berjuang dengan belajar, latihan, membaca buku, mengerjakan tugas-tugas yang seabrek. Suamiku berjuang untuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk kebutuhan aku selama di Bandung. 

Tak jarang dia harus pulang malam demi bisa mengirim uang untukku. Nadine, Yap dia juga berjuang untuk bisa hidup mandiri tanpa mamanya. Dia harus menjadi dewasa, walaupun belum saatnya. Dia harus bisa sabar dan menahan rindu saat melihat temannya main ataupun digendong mamanya. Memang sih Nadine belum bisa bilang seperti ini, tapi aku yakin di dalam hatinya, dia merindukanku, sama seperti aku di sini.

Ibu, bapak dan Tante Nadine juga ikut menemani perjuanganku. Karena mereka harus menjaga Nadine, menghibur Nadine dan mengalihkan perhatian Nadine saat Nadine mulai menanyakan aku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline