Lihat ke Halaman Asli

Moh Vicky Indra Pradicta

Food safety and quality leader, an opinion writer and one health initiative

Berkolaborasi Percepatan Bebas PMK

Diperbarui: 20 Juni 2022   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pandemi covid-19 belum sepenuhnya usai. Tetapi saat ini kita kembali dipaksa untuk membagi fokus dengan munculnya kembali Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Indonesia. Padahal Indonesia sudah mendapatkan status bebas PMK sejak 1986. Untuk mencegah dampak yang lebih luas dan mempercepat penanganan wabah ini maka diperlukan kerja sama multi sektor dan disiplin untuk mengatasinya.

Kasus PMK pertama kali ditemukan pada akhir April lalu di Kabupaten Gresik. Sebanyak kurang lebih 400an ekor sapi potong terkonfirmasi positif di 5 kecamatan dan 22 desa.

Kemudian kasus kedua dan ketiga secara berturut-turut dilaporkan terjadi di Kabupaten Lamongan, Sidoarjo dan Mojokerto. Total 845 ekor sapi perah, sapi potong dan kerbau diketiga daerah tersebut ditemukan menunjukkan gejala klinis dengan penyakit PMK.

Berdasarkan dari Laporan Dinas Peternakan Jawa Timur, penyakit PMK telah menyerang 1.247 ekor sapi dan kerbau di keempat Kabupaten hingga 5 Mei 2022. Hal ini juga terkonfirmasi dengan hasil pengujian lab oleh Pusat Veterinaria Farma yang menunjukkan sampel suspect PMK.

Setelah terkonfirmasi bahwa PMK muncul kembali di Indonesia, apa dampak yang ditimbulkan? Apakah ada potensi menular ke manusia seperti Covid-19? Sebelum menjawab pertanyaan itu semua, alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu gambaran singkat tentang penyakit PMK ini.

Dampak PMK

Penyakit Mulut dan Kuku adalah penyakit hewan menular akut yang menyerang ternak sapi, kerbau, kambing, domba, kuda dan babi. Dikatakan akut karena morbidity rate (tingkat penularan) penyakit ini sangat tinggi mencapai 90-100 persen. Jadi hewan ternak yang terinfeksi penyakit PMK akan dapat mudah menyebar ke hewan lainnya dalam waktu singkat.

Untuk gejala klinis ternak yang terserang PMK adalah demam tinggi (39-41 C), keluar lendir berlebihan (hipersalivasi), luka-luka seperti sariawan pada rongga mulut dan lidah, pincang, luka pada kaki dan lepasnya kuku, sulit berdiri dan kurus.

Memang PMK tidak berpotensi menular ke manusia seperti halnya Covid-19. Tetapi hal yang harus diperhatikan dari kembali munculnya penyakit PMK ini adalah potensi dampak economic loss yang signifikan. Ini disebabkan PMK termasuk kedalam transboundary animal disease (TAD) yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak dan mendisrupsi perdagangan ternak baik dalam skala regional dan internasional.

Selain itu mayoritas peternak yang terdampak PMK adalah peternak lokal. Sehingga bisa dibayangkan apabila semua ternak terserang penyakit ini akan mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Belum lagi dua bulan mendatang kita semua akan merayakan hari raya Idul Adha dimana momentum tersebut sangat dinantikan bagi para peternak.

Dampak lainnya yakni ketahanan pangan terhadap daging otomatis terganggu. Hal itu disebabkan supplai daging yg berpotensi menurun akibat jumlah populasi sapi dan kambing yang mati terserang penyakit PMK. Sementara impor daging dapat dipastikan tidak diizinkan untuk mencegah dampak yang lebih luas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline