Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

Perbedaan Antusiasme Kompasianer atas Film "A Man Called Ahok" dibanding "Hanum dan Rangga"

Diperbarui: 16 November 2018   05:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: Tribun jatim.com

Menonton film "A Man Called Ahok" semalam, harap-harap cemas juga, apakah aman? Karena di negeri ini, karya senipun dapat saja menjadi masalah kalau di masa kampanye, karena alasan yang dicari-cari. 

Ternyata setelah menonton filmnya, kata-kata berbahaya yang dapat dipelintir untuk menjadi alasan demonstrasi nyaris tidak ada, semua benar-benar berorientasi ke Ahok (Basuki Tjahaya Purnama) yang terinspirasi dengan filosofi dermawan dan berbagi ayahnya namun sebagai orang Tionghoa yang jujur terbentur dengan pejabat jaman dahulu yang selalu minta upeti.

Filmnya cukup indah pengambilan gambarnya di penambangan timah Belitung dan pantainya, cukup memukau akting Daniel Mananta yang bisa melepas kesannya sebagai "host" Indonesian Idol dan akting pemain lainnya, antara lain Denny Sumargo sebagai ayahnya Ahok waktu muda dan Chew Kin Wah, aktor Malaysia sebagai ayah Ahok saat sudah tua. Film ini disutradarai Putrama Tuta berdasarkan buku Rudi Valinka.

Berbarengan dengan peluncuran film tersebut di 8 November 2018 juga tayang film "Hanum dan Rangga" yang diadaptasi dari novel karya Hanum Rais, disutradarai oleh Benni Setiawan, pemerannya antara lain Rio Dewanto dan Acha Sepriasa. Berkisah tentang kehidupannya selama bekerja di media asing dan interaksinya dengan sang suami.

sumber: Kompasiana.com

Saya tidak menonton film Hanum dan Rangga, kalau uang sendiri, kalau ditraktirpun lihat-lihat waktu senggang dahulu. Inipun terlihat dari antusiasme warga kompasiana yang membahas film "Hanum dan Rangga" baru 1, sementara yang membahas filmnya Ahok sudah 11 termasuk yang ini saya tulis. 

Dari iklannya terlihat film "Hanum dan Rangga" cukup berkelas dan biayanya cukup banyak, karena ada adegan luar negerinya dan ada muka-muka bulenya juga, tetapi soal terinspirasi, saya rasa perlu faktor "X".

Sumber: tribun jatim.com

Bandingkan dengan dunia maya, tatkala akun Doni meng-"tweet" perbedaan kursi yang menonton kedua film tersebut di sebuah bioskop, sayangnya dia mengira kursi yang warna hijau adalah yang terisi sementara yang merah yang kosong, padahal kenyataannya adalah sebaliknya. Jadi, "postingannya" yang terkesan menjagokan filmnya mbak Hanum jadi malah menjadi lucu.

Saya dan istripun menonton di studio yang kursinya 200-an, separuhnya penuh, lumayanlah buat Palembang yang tidak pernah dipimpin Ahok sebagai gubernur ataupun walikota.

Dokumentasi pribadi

Yang saya salut, keberanian MD dan produsernya film Ahok  "duel" tayang bersama tanggal 8 November 2018 yang membuat seolah menjadi ada nilai politis tersendiri di sebuah karya seni yang lumayan bagus. Kalau misalnya dikelang sebulan saja, maka jumlah penontonnya dapat saja beda.

Tetapi yang menarik adanya "fans" masing-masing film yang berbasis dunia politik menjadi seperti mau ke TPS (tempat pemungutan suara) saja dengan adanya penayangan film ini, sehingga yang tadinya tidak berniat nonton, terpaksa menonton karena kedua film seolah sedang lomba lari dan jangan sampai jagoannya dipermalukan.

Jujur ini teknik marketing baru di dunia film Indonesia, berani adu nyali tayang dua film dengan basis penggemar yang berbeda dan konon berlawanan. Menarik untuk disimak berapa jumlah penontonnya nanti di akhir masa tayang.

dari FB Kompal




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline