Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

Tahun 2019, Pertarungan Partai Ideologi versus "Partai Panitia"?

Diperbarui: 22 April 2018   02:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Partai adalah perkumpulan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dalam berpolitik dan intinya ingin mewakili suara rakyat di pemilu melalui kader-kadernya yang terpilih.

Tujuannya ini yang terpenting apakah memperjuangkan ideologi tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianggap terbaik untuk kemajuan bangsa atau hanya bertujuan untuk menjadikan seseorang tokoh menjadi presiden, yang selanjutnya secara lugu saya golongkan sebagai "partai panitia" (pakai tanda kutip).

Partai dengan ideologi tertentu biasanya punya basis masa sesuai dengan ideologinya, misalnya aliran agama tertentu, penganut paham demokrasi tertentu, penganut politik tertentu dan jelas-jelas di Indonesia paham-paham yang bermau komunisme, atheisme,setanisme, sadisme atau hal-hal negatif yang dilarang oleh undang-undang pasti dilarang.

Partai jenis ideologi ini biasanya lebih tahan banting karena pemilih fanatiknya pasti ada, tokoh apapun menjadi ketua, calon dan siapa yang kampanye tidak penting.

Partai panitia biasanya "mengkhultuskan" tokoh tertentu untuk menjadi presiden, karena si tokoh yang punya dana, atau si tokoh sangat kuat ketokohannya sehingga terbentuklah relawan yang fanatik yang rela keluar dana dan repot mengorganisasikan diri asal si tokoh dapat jadi presiden.

Biasanya partai ini akan redup sendiri jika si tokoh gagal jadi presiden, atau sudah selesai jatahnya buat jadi presiden dan tidak ada pengganti yang sepadan atau si tokoh sudah tidak mau keluar dana lagi untuk operasional partainya.

Kalaupun ada ideologi yang terkesan ada di "partai panitia" yang diperjuangkan, itu hanya pelengkap supaya kader-kadernya yang menjadi calon legislatif dapat berkampanye hal lain selain meneriakkan nama si tokoh.

Saya pribadi lebih suka kalau ada tokoh yang "barang bagus" dan punya "fan's club" lumayan "spartan" memilih bergabung di partai ideologi yang sudah ada dan punya kecocokan visi, misi dan tujuan dalam berpolitik. Dibandingkan kalau membuat "partai panitia" baru dengan biaya tinggi serta kerepotan administrasi yang melelahkan relawannya.

Berjuang di partai yang sudah ada dan berbasis ideologi tertentu ibarat sekarang kita lebih efektif dan efisien memanggil kendaraan dengan aplikasi "online" ke pesta pernikahan yang parkirnya susah dan macetnya luar biasa, daripada harus membeli mobil atau motor baru hanya untuk ke pesta  tersebut.

Sesudah sampai di pesta, kendaraan itu tetap dapat membawa penumpang lain ke tempat lain, berbeda dengan kendaraan yang dibeli kalau sudah tidak dapat dipakai lagi, karena si empunya sudah "invalid" karena usia, misalnya, maka terpaksa dijual.

Maka, 2019 dapat saja kembali terjadi pertarungan antara partai ideologis versus "partai panitia" dan calon presidennyapun adalah calon presiden dari kedua jenis partai. Bila partai ideologis yang lebih terpilih, menurut saya lebih baik, karena sudah susah saat ini membuat partai ideologis yang berbeda dari yang sudah ada, karena semua ideologi yang diterima oleh negeri ini telah terwakili.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline