Lihat ke Halaman Asli

Petrus Kanisius

TERVERIFIKASI

Belajar Menulis

Burung Enggang, Si Petani Hutan yang Tak Kenal Pamrih

Diperbarui: 10 Juli 2018   21:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Enggang Si Petani Hutan yang Tanpa Pamrih. foto dok. ecolodgesindonesia.com

Apa jadinya apabila si petani hutan ini tidak ada di wilayah hutan tropis? Tidak hanya sebagai petani, namun ia melakukan pekerjaannya dengan ketulusan, tanpa paksaan dan tanpa pamrih.

Hidup ditakdirkan sebagai petani, mungkin itu kata yang boleh disematkan kepada si petani ini. Berpuluh-puluh kilometer si petani ini menyebar biji-bijian/buah-buah hutan (sebagai petani hutan) dilakukan saban hari.

Tanpa pamrih mungkin itu hakikinya enggang, bukan tidak mungkin motivasi mereka menyebar biji-bijian sebagai tanda nyata akan keberlanjutan nafas hidup mereka. Sebab, biji-bijian akan tumbuh, meninggi dan berbuah. Batang pohon sebagai rumah melalui dawak (lubang-lubang di pohon) dan buah sebagai makanan mereka.

Tugas mulia tanpa pamrih yang dilakukan si petani hutan (enggang) ini sesungguhnya sulit dan berbahaya. Sulitnya, banyak wilayah untuk menebar biji-bijian sebagai nafas dan hidup enggang sudah sangat berkurang bahkan hilang lenyap.

Tajuk-tajuk pepohonan yang berdiri kokoh menjulang tinggi semakin sulit berdiri yang ada rebah tak berdaya. Pepohonan (hutan hujan) pun ternyata tidak sedikit memberi manfaat bagi tatanan banyak kehidupan makhluk lainnya selain untuk si petani (enggang) ini tidak terkecuali manusia.

Hadirnya si petani hutan yang tinggal di rimba raya ini pun sejatinya menjadi tanda baik bagi semua makhluk karena mereka selalu memberi manfaat. Memberi manfaat yang tak terkira. Hutan terjaga segala makhluk hidup aman sentosa. Sebaliknya jika tajuk-tajuk rebah tak berdaya maka manusia akan menerima dampak.

Adanya hutan berarti rumah bagi enggang (petani hutan), populasi mereka bisa tetap ada dan mereka bisa makan buah pohon yang mereka sebar. Buah pala hutan/Myristicaceae yang banyak mengandung protein dan lipid, kemudian juga buah kenari-kenarian/Burseraceae adalah buah yang menjadi sumber makan mereka (petani hutan/enggang), sumber data, Jalak Suren. Selain juga ada buah kayu ara/Ficus spp sebagai makanan kesukaan enggang.

Tak terbayangkan, ketika hutan-hutan luput dan tidak disemai oleh si petani ini. Lebih khusus di wilayah hidupnya. Selain enggang, ternyata ada lagi si petani hutan lainnya. Siapakah dia? Jawabannya adalah orangutan.

Endemik dan rentan juga ada beberapa sesama enggang yang sangat terancam punah, situasi yang dihadapi oleh si petani ini. Endemik dan rentan membuat jumlah populasi mereka (enggang) semakin menurun/terancam punah bahkan hilang.

Dari tahun ke tahun habitat dan populasi enggang si petani hutan pun semakin menurun/berkurang drastis keberadaannya seperti di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Sumba.

Capture data dari nasib kelam rangkong antara perburuan dan jasa yang terlupakan. Data dok. mongabay Indonesia

Di Kalimantan, yang paling dikenal adalah Rangkong Gading (Rhinoplax vigil) dan Enggang Cula (Buceros rhinoceros).
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline