Dari pemberitaan selama ini, akumulasi kasus keracunan MBG yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia terpantau berjumlah 6.452 kasus (sumber). Akhir-akhir ini memang selalu saja ada berita keracunan MBG. Jadi tanpa intervensi yang signifikan angka tersebut masih bisa bergerak naik lagi.
Memang jika dibandingkan dengan jutaan anak yang sudah menerima MBG (tanpa keracunan) persentase kasusnya cukup kecil. Dan bukankah di lapangan memang selalu ada penyimpangan antara harapan dan kenyataan? Rasanya jarang sekali ada sistem yang outputnya 100% sesuai target.
Hanya saja jangan lupa, pada kasus keracunan MBG ini kita berbicara mengenai anak-anak, manusia yang dihargai sebagai pribadi seutuhnya.
Berbeda halnya jika kita bicara mengenai pencapaian target penjualan, misalnya, atau target tingkat turnover karyawan, target Non Performing Loan, target serapan anggaran dan lain-lain. Deviasi antara target dan realisasi kerap terjadi.
Oleh karena itu ada mekanisme Reward and punishment di dalam manajemen untuk mendorong pencapaian target semaksimal mungkin.
Tapi jika kinerja sudah menyangkut nyawa manusia, kejadian yang menimpa satu anak pun adalah sesuatu yang serius, tidak peduli persentasenya hanya nol koma nol nol nol sekian persen. Punishment seberat apapun tidak akan bisa mengembalikan nyawa yang sudah hilang.
Sayangnya, mengamati berbagai argumen para pemangku kepentingan setiap kali dikonfirmasi media, ada kesan kalau masalah serius ini disoroti secara dangkal saja pada permukaan masalahnya. Bahkan hanya jatuh pada hitung-hitungan statistik.
Simak saja pernyataan kepala BGN (Badan Gizi Nasional) Dadan Hindayana, belum lama ini. "Jadi total status makanan kami itu ada sekitar 4.700 porsi makan yang menimbulkan gangguan kesehatan dan perlu anda ketahui bahwa sampai hari ini Badan Gizi Nasional sudah membuat 1 miliar porsi makan. Jadi 4.700 menimbulkan gangguan terhadap anak-anak dan itu kami sesalkan. Kami terus perketat mekanismenya," sebagaimana dikutip portal berita kumparan.com.
Presiden Prabowo pun hari ini menjawab pertanyaan media dengan mengemukakan hitung-hitungan statisik. "Kita hitung dari semua makanan yang keluar, penyimpangan atau kekurangan atau kesalahan itu, adalah 0,00017%. Ini tidak membuat kita puas dengan itu, tapi namanya usaha manusia yang demikian besar dan belum pernah dilakukan dalam sejarah dunia," ungkap Prabowo sebagaimana dikutip portal berita detik finance.
Pertanyaannya, apa yang sebenarnya terjadi? Benarkah ini hanya masalah statistik dan probabilitas semata?