Lihat ke Halaman Asli

Philip Manurung

TERVERIFIKASI

Pengajar

Apa Kabar RUU-PPK?

Diperbarui: 9 Februari 2019   20:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya selalu terpesona setiap kali menonton tayangan satwa liar di mana tokoh utamanya adalah seekor buaya. Anda pasti sudah hapal ritualnya. Perlahan-lahan sang buaya mengapung dengan hanya menyisakan lubang hidungnya di atas permukaan air. Lalu, pada milidetik terakhir, hap! Ia menerkam.

Dalam sekejap, itu zebra, atau rusa, atau banteng, atau apapun yang berkaki empat, diseret masuk ke dalam air yang berbuih, dan lenyap. Pertunjukan pun selesai. Akhir-akhir ini saya merasakan kengerian yang sama, seperti makhluk-makhluk naas itu, bila memikirkan tentang RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan (RUU-PPK).

Sejenak saya ingin menyegarkan kembali duduk perkara ini bagi Anda.

Pada 13 September 2018 silam, sebuah RUU yang---entah bagaimana, tidak mengherankan karena sudah sering seperti itu---berpolemik diterbitkan oleh Badan Legislasi DPR. Sesuai tajuknya, RUU ini hendak mengatur berbagai pendidikan keagamaan formal dan non-formal.

Namun, alih-alih berkontribusi terhadap peningkatan keimanan dan akhlak generasi muda, RUU ini justru berbalik mengancam keberlanjutan ibadah anak-anak umat beragama, khususnya Kristen dan Katolik.

Tsunami penolakan pun menggulung ketika itu, seperti halnya RUU Permusikan yang saat ini sedang memanas. Namun, setelah mencapai puncaknya sekitar bulan November, isu itu pun surut, menyisakan sampah dan lumpur ketidakadilan yang masih berbau hingga sekarang. Setidaknya, saya masih mencium baunya.

Sama seperti pada kasus RUU Permusikan, yang akhirnya disikapi dengan menggelar seminar, atau semacam focus-group-discussion, RUU-PPK disikapi dengan seminar. 

Pada berita per tanggal 7 Februari barusan, Fraksi PPP DPR menggelar Seminar RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Acara itu dihadiri perwakilan dari Badan Musyawarah Antar Gereja Indonesia (BAMAG), dari Parisada Hindu Dharma Indonesia, dari Kementerian Agama RI, dari kalangan pesantren, dan tentu saja F-PPP sebagai lembaga pengusul RUU.

Di situ ditegaskan oleh Arsul Sani, Ketua Harian F-PPP DPR RI, bahwa motivasi munculnya gagasan untuk mengajukan RUU-PPK adalah untuk memberikan payung hukum bagi pengalokasian dana untuk pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan. Jadi, ujung-ujungnya duit!

Bila Anda manggut-manggut, itu pertanda baik. Sekarang, saya akan melanjutkan dengan analisis saya.

 Sekolah Minggu: Pendidikan atau Kebaktian?
Komisi VIII DPR mendefinisikan pendidikan keagamaan non-formal Kristen (Pasal 69 ayat 1) dan Katolik (Pasal 85 ayat 1) meliputi: "Sekolah Minggu, Sekolah Alkitab, Remaja Gereja, Pemuda Gereja, Katekisasi, atau bentuk lain yang sejenis."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline