Lihat ke Halaman Asli

peringatan zendrato

Seorang penulis apa yang dirasa perlu ditulis

Partisipasi Politik Pemilu 2019

Diperbarui: 17 April 2019   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masa kampanye tertutup yang dimulai sejak 23 September 2018 hingga 23 Maret 2019 lalu sudah selesai. Sekarang kampanye terbuka sudah dimulai dan masih berlangsung hingga tanggal 12 April.

Setelah itu, pada esok harinya akan kita saksikan kedua kandidat pilpres akan beradu gagasan dalam debat terakhir. Dan pada tanggal 17 April seluruh masyarakat pemilih akan memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR-RI, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota, serta anggota DPD.

Masalah yang dihadapi saat ini adalah, kurang dari 10 hari lagi pemilihan umum, partisipasi dalam pemilu tidak bisa dipastikan akan mencapai 100 persen, atau bahkan tidak mencapai 92.74 persen yang pernah diraih pada pemiu 1999.

Terakhir, pemilu 2014 lalu, dari jumlah pemilih 185,8 juta jiwa yang mempunyai hak pilih, hanya 75,11 persen yang memberikan suaranya (kompas, 2/4/2019). Menurunnya partisipasi pemilih ini menggambarkan keadaan Negara demokrasi kita. Kita sulit menggapai demokrasi penuh, di mana semua masyarakat partisipatif serta proaktif dalam pemilu.

Dari hasil jajak pendapat kompas pada tanggal 26-27 maret lalu, tergambarkan bahwa 45,6 persen dari 509 responden mengatakan tidak cukup informasi yang mereka dapatkan untuk menentukan pilihan anggota DPR setelah dilakukannya kampanye tertutup. Angka ini tidak beda jauh dengan kecukupan informasi untuk memilih anggota DPD.

Terlihat 47,9 persen dari total responden di atas mengatakan tidak cukup informasi yang mereka dapatkan untuk menentukan pilihan anggota DPD setelah dilakukan kampanye tertutup (kompas, 1/4/2019). Ke-tidak-cukup-an informasi tentang sosok kandidat ini sangat mempengaruhi partisipasi pemilih.

Menurut penulis, ada dua penyebabnya, yakni dari masyarakat pemilih itu sendiri dan juga dari kandidat. Faktor dari kandidat, di antara sekian banyak faktor, bisa berupa: ketidakmampuan memanfaatkan waktu kampanye untuk mesosialisasikan diri kepada masyarakat, tidak efektifnya penggunaan sarana komunikasi politik untuk mesosialisasikan diri kepada masayarakat.

Masyarakat pun hanya menunggu kandidat yang akan datang mesosialisasikan dirinya. Tentu ini dilatarbelakangi oleh anggapan, bahwa kandidat yang membutuhkan suara rakyat sehingga rakyat menunggu di tempat. Akhirnya membuat masyarakat pemilih tidak proaktif dalam pemilu.

Pemilih Proaktif dan Pemanfaatan Masa Kampanye
Masyarakat pemilih yang proaktif adalah masyarakat yang mencari tahu tentang sosok calon wakilnya. Ciri-ciri pemilih yang proaktif seperti ini ditandai dengan: sering menonton debat, sering berdiskusi atau bertukar pikiran dengan sesamanya tentang sosok seorang pemimpin itu, serta memiliki banyak referensi tentang sosok para calon wakilnya.

Ada pun manfaat dari sikap proaktif itu sendiri yakni: tidak mudah dirasuki oleh berita bohong, menjadi pemilih yang cerdas karena banyak referensi, menjadi sarana komunikasi politik, dan tentunya menjadi pelaku pendidikan politik di tingkat rumah tangga atau masyarakat.

Sedangkan yang membuat seorang pemilih tidak proaktif atau menjadi apatis itu disebabkan karena: tidak terdapatnya hal baru yang diperlihatkan oleh kandidat, kurangnya atau tidak terpakainya sarana dan prasarana komunikasi politik, serta minimnya pendidikan politik bagi pemilih tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline