Lihat ke Halaman Asli

Pendar Bintang

Blogger and MomPreneur

Agama Bagiku, Bagimu Agamamu dan Bagiku Agamaku

Diperbarui: 8 Mei 2019   08:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah bukan rahasia lagi di negeri tercinta ini agama menjadi baju untuk bebisnis, berpolitik, bersosial dan ya....karena agama hanya sebagai baju akhirnya mereka mencari dalil-dalil atau pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan perbuatan mereka saja untuk menguatkan apa yang mereka lakukan, rujukan lain? Masa bodoh!

Kebetulan saya terlahir sebagai seorang Muslim. Tidak fanatik atau religius banget, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang rajin beribadah. Sholat lima waktu, puasa Ramadan bahkan ada kalanya Sunnah, mengaji setiap hari. 

Hal ini membuat saya pun terlatih demikian. Namun, mereka tidak pernah memaksa saya harus melakukan ini, melakukan itu dalam hal beragama. Beragama yang  baik itu cukup mencontohkan dalam sikap keseharian yang baik, termasuk beribadah. 

Kalaupun ada lalainya, mereka akan mengajak kami berbincang dan diskusi. Mereka akan bercerita apa pentingnya ibadah, apa pentingnya berdoa, apa pentingnya berbuat baik tanpa menjelek-jelekkan si A, si B. 

Bahkan, di saat dekat Natal Ibu saya selalu mengingatkan menyiapkan kartu ucapan Natal untuk Saudara yang jauh. Di sini, saya belajar point toleransi. Pun saat saya berada di rumah teman atau Saudara yang non muslim, saudara kami menyiapkan tempat untuk sholat. Ada Sajadah, Mukenah dan Sarung. Kami pun tak pernah saling menjelekkan agama apalagi saling memaksa. Masing-masing dari kami hanya ingin mencotohkan, bahwasannya kehidupan beragama itu ya seperti ini. Saling hormat!.

Dari sini, saya bisa menarik kesimpulan bahwasannya untuk mengajari, mengajak kebaikan itu tidak perlu maksa-maksa apalagi anarkis.

Dengan upbringin seperti ini, saya mulai berpikir kalau makin kesini kita itu mulai berlebihan dalam beragama. Kita bukannya siar malah yang ada menakuti. Saat ada ribut tentang penistaan agama, contohnya. 

Saat itu saya diminta seorang teman untuk posting yang sifatnya mendukung melawan penistaan agama. Saya menolak melakukan. Tapi, bukan berarti saya mendukung penistaan agama. 

Saya ini mendukung dan melindungi agama saya dengan cara saya. Karena saya hidup di daerah dengan berbagai agama ada, maka saya harus menunjukkan identitas agama saya dengan perilaku baik, sopan, tidak fanatik terhadap mereka. 

Kalau sebaliknya, saya takut mereka akan berpikir "Orang Islam itu ternyata seperti ini, ya......." Buat saya, bagaimana orang berpendapat tentang agama saya pasti penting karena itu menyangkut cara pandang orang.

Kembalikan citra baik sebagai muslim dan jangan lagi pakai kedok agama untuk membenarkan segala perbuatan yang kurang pantas. Tidak usah melabeli diri paling sholeh atau sholeha, paling baik sholatnya, paling banyak amal dan sedekahnya dengan melakukan judging apalagi menyalahkan orang lain, kok kamu begini, kok kamu begitu. Karena sesungguhnya yang mengukur kebaikan, kesholehan kita bukanlah kita sendiri.

Let's back to our true sense.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline