Yogyakarta, penulis berada di kawasan wisata Malioboro Yogyakarta, tampak jelas berbagai aktivitas para pedagang, pembeli baik wisatawan domestik dan mancanegara. Sebuah kawasan wisata yang tak pernah sepi dari transaksi ekonomi warga dari pagi hingga malam hari.
Potensi pemberdayaan umat yang berbasis kerakyatan, harus dijaga dan menjadi magnet bagi semua orang yang ingin membeli produk khusus oleh-oleh khas yogya.
Hilir mudik para wisatawan tanpa henti, wajar jika stokis produk selalu baru dan mereka yang punya lapak di wilayah tersebut sangat percaya betul, lokasi strategis dan bisa mensejahterakan hidupnya.
Sambutan dari pedagang dan jaminan keamanan bagi para wisatawan, membikin tenang dan percaya dirinya para tamu yang ingin datang ke malioboro.
Icon selfi di papan literasi jalan malioboro, menjadi daya magnet yang luar biasa, mereka mencoba mengabadikan moment ini sebagai moment penting dan bisa menjadi bagian sejarah baginya bahwa pernah datang di kota gudeg ini.
Harga produk yang dijual pun relatif terjangkau bagi para wisatawan, aneke jenis kaos, baju, batik maupun pakaian lainnya dan oleh-oleh bakpia pun tersedia. Cukup beberapa lembar ratusan ribu di keluarkan, sudah dapat 1 kantong kresek sebagai oleh-oleh nanti dibawa ke kampung halamannya.
Kesan mahal beli produk baju atau kaos dan lainnya ternyata belum terbukti, bahkan para wisatawan merasa tersenyum dengan paket harga yang ditawarkan, murah tapi tidak murahan. Wajar saja bila lokasi ini jadi rujukan bagi sebagian orang yang datang ke yogyakarta dengan tujuan utama adalah marlioboro.
Herwanto salah satu wisatawan dari Brebes datang ke yogyakarta ingin mengabadikan moment kunjungannya di marlioboro, walaupun tidak beli oleh banyak, namun ingin melihat langsung bagaimana kondisi yogyakarta di malam hari. Terasa nyaman dan aman, yogyakarta bikin betah bagi saya.